Tokoh pendukung novel Sunda Sangkuriang adalah Prabu Tapa Agung, Prabu Sanghyang Guruminda, Bajang, Tumang, Prabu Siliwangi, Nyi Roro Kidul, Prabu Kian Santang, dan lain-lain. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berperan dalam kehidupan Sangkuriang, baik sebagai keluarga, sahabat, musuh, atau guru. Mereka juga memiliki karakter dan peran yang berbeda-beda dalam cerita.
Alur
Alur novel Sunda Sangkuriang adalah alur campuran, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju adalah alur yang mengikuti urutan kronologis kejadian dari awal hingga akhir. Alur maju digunakan untuk menceritakan perjalanan hidup Sangkuriang dari kecil hingga dewasa. Alur mundur adalah alur yang melompat ke masa lalu untuk menjelaskan latar belakang atau penyebab dari suatu kejadian. Alur mundur digunakan untuk menceritakan kisah masa lalu Dayang Sumbi, Prabu Tapa Agung, Prabu Sanghyang Guruminda, dan lain-lain.
Latar
Latar novel Sunda Sangkuriang adalah latar tempat, waktu, dan suasana. Latar tempat adalah tempat-tempat yang menjadi lokasi kejadian dalam cerita, seperti Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh, hutan, sungai, gunung, dan lain-lain. Latar waktu adalah waktu yang menjadi periode kejadian dalam cerita, yaitu zaman dahulu kala atau zaman mitologi. Latar suasana adalah suasana yang menggambarkan keadaan batin dan emosional tokoh-tokoh dalam cerita, seperti cinta, benci, sedih, bahagia, takut, marah, dan lain-lain.
Sudut Pandang
Sudut pandang novel Sunda Sangkuriang adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Sudut pandang ini menggunakan kata ganti orang ketiga, seperti ia, dia, mereka, dan lain-lain. Sudut pandang ini juga mengetahui segala hal yang terjadi dalam cerita, baik pikiran, perasaan, motif, maupun rahasia tokoh-tokoh.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa novel Sunda Sangkuriang adalah gaya bahasa yang sederhana, lugas, dan jelas. Gaya bahasa ini menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh pembaca, tanpa banyak menggunakan kiasan, majas, atau istilah asing. Gaya bahasa ini juga menggunakan kalimat yang efektif, padat, dan bermakna, tanpa banyak menggunakan kata sambung, kata penghubung, atau kata pengulang.
Amanat
Amanat novel Sunda Sangkuriang adalah pesan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Amanat novel ini adalah:
- Cinta yang terlarang akan membawa bencana bagi diri sendiri dan orang lain. Cinta yang terlarang adalah cinta yang melanggar norma, hukum, atau agama, seperti cinta antara ibu dan anak, saudara kandung, atau orang yang sudah berpasangan. Cinta yang terlarang akan menimbulkan konflik batin, rasa bersalah, penyesalan, dan kutukan yang abadi.
- Kekuatan gaib bukanlah segalanya dalam hidup. Kekuatan gaib adalah kemampuan yang melebihi kemampuan manusia biasa, seperti ilmu terbang, ilmu menghilang, ilmu mengendalikan roh dan jin, dan lain-lain. Kekuatan gaib bukanlah jaminan untuk mendapatkan kebahagiaan, kekayaan, atau kekuasaan. Kekuatan gaib juga bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri dan orang lain, jika digunakan untuk hal-hal yang buruk, seperti membunuh, mencuri, atau menipu.
- Hidup harus selalu bersyukur dan berdoa kepada Tuhan. Hidup adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Hidup harus selalu disyukuri dengan cara bersikap baik, berbuat baik, dan berpikir baik. Hidup juga harus selalu berdoa kepada Tuhan, agar diberikan petunjuk, perlindungan, dan pertolongan dalam menghadapi segala masalah dan cobaan.
Unsur Ekstrinsik Novel Sunda Sangkuriang
Unsur ekstrinsik novel Sunda Sangkuriang adalah unsur-unsur yang berasal dari luar novel, tetapi mempengaruhi isi dan bentuk novel. Unsur-unsur ekstrinsik ini adalah latar belakang pengarang, latar belakang sosial budaya, dan kritik sastra. Berikut adalah penjelasan singkat tentang unsur-unsur ekstrinsik tersebut:
Latar Belakang Pengarang
Pengarang novel Sunda Sangkuriang adalah Yuliadi Soekardi, seorang sastrawan, budayawan, dan akademisi yang lahir di Bandung pada tahun 1957. Ia adalah lulusan dari Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran dan Program Doktor Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Ia juga pernah mengajar di beberapa perguruan tinggi, seperti Universitas Padjadjaran, Universitas Parahyangan, Universitas Islam Bandung, dan Universitas Pasundan. Ia juga aktif dalam berbagai organisasi kebudayaan, seperti Masyarakat Sastra Indonesia, Masyarakat Sastra Sunda, dan Masyarakat Sastra Nusantara.