Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Teroris datang dan menangkap ibu si bungsu, karena dicurigai sebagai mata-mata tentara Belanda. Mereka membawa ibu si bungsu ke markas mereka, dan menyiksa dia sepanjang malam. Si bungsu yang ketakutan, berlari ke bawah gunung untuk mencari kakak-kakaknya. Dia menemukan Ahmad, kakak sulungnya, yang juga sudah menjadi anggota teroris. Ahmad menyesal telah meninggalkan ibu dan adiknya, dan berjanji akan menyelamatkan mereka.
Ahmad dan si bungsu pergi ke markas teroris, dan berhasil menemukan ibu mereka. Namun, mereka terlambat. Ibu mereka sudah meninggal karena penyiksaan. Ahmad marah dan sedih, dan menyerang teroris dengan senjata. Dia juga tewas ditembak oleh teroris. Si bungsu yang melihat semua itu, pingsan dan tidak sadarkan diri.
Dia kemudian dibawa oleh Hadi, kakak keduanya, yang datang bersama tentara Belanda. Hadi sudah menjadi mata-mata tentara Belanda, dan memberi tahu mereka tentang keberadaan teroris. Tentara Belanda menyerbu markas teroris, dan membunuh semua anggota teroris. Hadi dan si bungsu selamat, dan dibawa ke kota oleh tentara Belanda. Mereka meninggalkan lembur singkur, yang sudah menjadi tempat kematian bagi keluarga mereka.
Unsur Intrinsik Novel Lembur Singkur
Novel Lembur Singkur memiliki beberapa unsur intrinsik, yaitu:
Tema
Tema novel ini adalah penderitaan dan kesedihan yang dialami oleh masyarakat Sunda di zaman kolonial, yang harus menghadapi kekerasan, kemiskinan, dan ketidakadilan dari penjajah Belanda dan teroris yang bersekutu dengan mereka.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh utama novel ini adalah si bungsu, yang merupakan seorang anak laki-laki yang polos, lugu, dan penurut. Dia sangat mencintai ibunya, dan selalu menuruti perintahnya. Dia juga bersahabat dengan Nani, gadis yang merupakan cucu dari musuh ayahnya. Dia mengalami banyak kejadian tragis yang membuatnya kehilangan keluarganya satu per satu.
Tokoh lainnya adalah:
- Ibu si bungsu, yang merupakan seorang ibu yang sabar, setia, dan penyayang. Dia mengurus anak-anaknya dengan baik, meskipun hidup dalam kesulitan. Dia tidak pernah membenci ayah si bungsu, meskipun dia adalah seorang pembunuh dan teroris. Dia rela mati demi melindungi anak-anaknya.
- Ayah si bungsu, yang merupakan seorang laki-laki yang keras, bengis, dan berani. Dia menjadi anggota teroris, dan membunuh banyak orang, termasuk kepala lembur. Dia menyesali perbuatannya, dan mencoba menebusnya dengan menemui keluarganya sebelum mati.
- Ahmad, kakak sulung si bungsu, yang merupakan seorang laki-laki yang cerdas, tangguh, dan berani. Dia mondok di bawah gunung, dan menjadi anggota teroris. Dia menyesali keputusannya, dan berusaha menyelamatkan ibu dan adiknya. Dia tewas sebagai pahlawan.
- Hadi, kakak kedua si bungsu, yang merupakan seorang laki-laki yang licik, cerdik, dan oportunis. Dia mondok di bawah gunung, dan menjadi mata-mata tentara Belanda. Dia mengkhianati teroris, dan memberi tahu tentara Belanda tentang markas mereka. Dia selamat, dan dibawa ke kota oleh tentara Belanda.
- Nani, gadis yang menjadi teman si bungsu, yang merupakan seorang gadis yang cantik, manis, dan baik hati. Dia adalah cucu dari kepala lembur yang dibunuh oleh ayah si bungsu. Dia tidak tahu tentang hal itu, dan bersahabat dengan si bungsu. Dia hilang entah kemana setelah teroris datang.
Alur
Alur novel ini adalah alur maju, yang mengikuti urutan kronologis peristiwa yang dialami oleh si bungsu, dari awal sampai akhir. Tidak ada kilas balik atau kilas maju yang mengganggu alur cerita.
Latar Tempat
Latar tempat novel ini adalah lembur singkur, sebuah kampung terpencil di kaki gunung, yang menjadi tempat tinggal si bungsu dan keluarganya. Kampung ini jauh dari keramaian kota, dan sering diganggu oleh teroris. Kampung ini juga memiliki sawah yang menjadi tempat bekerja dan bermain si bungsu dan Nani.
Latar Waktu
Latar waktu novel ini adalah zaman kolonial, sekitar tahun 1940-an, ketika Indonesia masih dijajah oleh Belanda. Zaman ini ditandai oleh adanya perang antara tentara Belanda dan teroris, yang berdampak pada kehidupan masyarakat Sunda, khususnya di lembur singkur.
Sudut Pandang
Sudut pandang novel ini adalah sudut pandang orang pertama, yaitu si bungsu, yang menceritakan kisahnya sendiri. Dia menggunakan kata ganti kuring (aku) untuk menyebut dirinya, dan menyebut orang lain dengan nama atau sebutan mereka.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa novel ini adalah gaya bahasa sederhana, lugas, dan menyentuh. Penulis menggunakan bahasa Sunda yang mudah dipahami, dan tidak banyak menggunakan kiasan atau majas. Penulis juga menggunakan dialog yang realistis dan sesuai dengan karakter tokoh.
Amanat
Amanat novel ini adalah bahwa kehidupan di zaman kolonial adalah kehidupan yang penuh dengan penderitaan dan kesedihan, yang harus dihadapi dengan sabar, setia, dan berani. Novel ini juga mengajarkan kita untuk menghargai keluarga, persahabatan, dan kemanusiaan, meskipun di tengah-tengah konflik dan kekerasan.