Hilangnya ciri khas yang ditiupkan oleh tangan-tangan artis – sentuhan orisinalitas dan kreativitas – menjadi harga yang harus dibayar demi konten hasil produksi teknologi.
Sebagian pihak berpendapat bahwa AI memang berpotensi mendongkrak efisiensi di beberapa lini pengembangan game.
Namun di sisi lain, dikhawatirkan hal tersebut justru mematikan keragaman gaya dan berujung pada lahirnya game-game dengan tampilan monoton.
Belum lagi dampaknya terhadap lapangan pekerjaan. Penggunaan AI dalam pembuatan aset seni dikhawatirkan berujung pada tergusurnya posisi seniman manusia.
Dengan kemajuan teknologi yang terus hentak dan siklus pengembangan game yang kian panjang, godaan untuk menggunakan AI karena efisiensi dan harganya yang menggiurkan tentu menjadi pertimbangan berat bagi para developer game.
Kontroversi terkait pengaruh AI terhadap proses kreatif pun jauh dari kata usai.
Muncul argumen bahwa AI sebaiknya dilihat sebagai rekan kerja manusia dalam membangun pipeline artistik. Sebaliknya, ada pula yang mewanti-wanti agar pemanfaatan AI tidak kebablasan dan menghilangkan unsur manusiawi dalam karya seni.
Pada akhirnya, pertanyaan tentang bagaimana mencapai titik temu antara pemanfaatan kemampuan AI dengan tetap mempertahankan sentuhan manusia dalam pengembangan game akan menjadi tantangan krusial bagi industri game di masa depan.
Keputusan Treyarch yang condong ke arah penggunaan aset seni buatan AI dalam Call of Duty telah membuka kotak pandora tentang hubungan rumit antara teknologi dan seni di ranah pengembangan game.
Di tengah dinamika yang penuh perubahan ini, masa depan seni dalam game pun seolah tergantung di antara dua persimpangan: inovasi dan preservasi tradisi.