Sangkaan dinyatakan lebih dari 100.000 pasak terdampar di permukaan dasar Danau Ohrid, tak jauh dari kota Lin. Hafner dengan fasih menyematkan julukan “harta karun dalam hal penelitian.”
Para pencari sejarah, setelah meraih apa yang mereka inginkan, merampungkan analisis terhadap cincin-cincin batang pohon yang ditinggalkan. Rupanya, dalam ranah ilmu alam, pohon ek memainkan peran kalender yang riil, mengikuti suara musim. Jejak masa lalu yang terukir dalam setiap lapisan, dalam getaran kulit bumi serta sejarah alam semesta yang menggenggaminya.
“Melembangkan gambaran situs purba ini tanpa sedikit pun merusaknya, kami merenung, bergerak dalam gerak perlahan, serasa menari di atas gelap,” tegas Anastasi, pemimpin skala proyek ini dari tanah Albania.
“Menyematkan desa di puncak tiang adalah kepiawaian yang sarat lapisan, sukar diurai, hakikat yang kian dalam menyelami seleksi yang mereka jadikan,” sambung Anastasi, suara yang merumput di padang artefak.
Pada tahap ini, makhluk pengetahuan menduga, kans desa ini bergantung pada tumbuh-tumbuhan serta ternak yang dijinakkan, sebagai sumber rizki mereka.
“Kita mendapati rumpun biji-bijian, tanaman liar, dan serpihan tulang binatang dan ternak,” sahut Ilir Gjepali, seorang arkeolog Albania yang juga mengikat hubungan erat dengan situs ini.
Namun, perjalanan masih melingkar, masih ada dua dekade yang menggelepar, menantikan. Sehingga puing-puing sejarah ini bisa mengajarkan kita lebih banyak tentang kehidupan di tepi Danau Ohrid.
“Ini merupakan kunci cikal bakal prasejarah yang menarik, mencakup cakrawala yang tak terbatas, bukan hanya dalam kontur kawasan ini, melainkan seluruh sudut wilayah Eropa barat daya,” seru Hafner, suara yang mengalun di lapisan angin.
Sumber: Zefanya Septiani/detikEdu