Faktanya, pekerja perempuan mengalami tekanan yang sangat kuat karena takut tidak diperpanjang kontraknya.
Pekerja perempuan harus berani mengungkap masalah ini, dan Polisi segera memproses hukum terhadap oknum atasan yang melakukan tindakan ini.
Polisi dan Pengawas Ketenagakerjaan harus menjamin bahwa pekerja perempuan yang berani melapor tidak akan dirugikan dalam lingkungan kerja mereka.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Polisi harus memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang berani mengungkap masalah ini.
Momentum kasus ini juga harus digunakan oleh Pengawas Ketenagakerjaan untuk merespon pelanggaran hak-hak normatif pekerja yang selama ini terjadi di perusahaan.
Pihak pengawas ketenagakerjaan harus menjamin kerahasiaan pekerja pelapor atas laporan yang disampaikan.
Selain itu, pengawas ketenagakerjaan harus menegakkan aturan dan regulasi yang ada dengan tegas untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Tidak hanya itu, perlu adanya sosialisasi yang lebih intensif terkait hak-hak pekerja kontrak, terutama hak normatif seperti upah minimum, jaminan sosial, K3, THR, dan lain sebagainya.
Sosialisasi ini harus dilakukan tidak hanya oleh pihak perusahaan, namun juga oleh pihak pemerintah dan organisasi serikat pekerja/buruh.
Hal ini penting dilakukan agar pekerja kontrak lebih paham dan sadar akan hak-haknya, sehingga tidak mudah menjadi korban pelanggaran hak oleh oknum-atumnas yang tidak bertanggung jawab.
Terakhir, sebagai masyarakat kita juga harus turut memperhatikan dan mengawasi perkembangan kasus-kasus serupa.
Jangan ragu untuk melaporkan jika menemukan indikasi pelanggaran hak pekerja kontrak, khususnya dalam hal syarat staycation yang merugikan dan meresahkan para pekerja perempuan.
Kita semua harus bersama-sama mengambil tindakan dan memperjuangkan hak-hak pekerja, terutama pekerja kontrak yang seringkali menjadi korban pelanggaran hak.
Dengan begitu, kita dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman bagi semua pekerja tanpa terkecuali.





