“Kondisi iklim laut tidak mendominasi. Ini berarti musim kemarau 2025 akan serupa dengan 2024, tidak se ekstrem 2023 yang memicu kebakaran hutan massal,” jelasnya. Meski begitu, hujan ringan tetap mungkin terjadi di beberapa wilayah dengan karakteristik musim kemarau di atas normal.
Antisipasi di Berbagai Sektor
Dwikorita menyerukan langkah adaptasi, terutama di sektor pertanian. Wilayah yang mengalami kekeringan dini disarankan menyesuaikan jadwal tanam, memilih tanaman tahan kering, dan mengelola irigasi secara efisien.
Sebaliknya, daerah dengan musim kemarau lebih basah bisa memanfaatkan curah hujan untuk memperluas areal persawahan guna mendongkrak hasil panen.
Di sisi kebencanaan, kewaspadaan terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) perlu ditingkatkan, khususnya di zona rawan dengan curah hujan normal atau di bawah normal. “Kesiapsiagaan adalah kunci untuk meminimalkan risiko,” tegas Dwikorita.
Musim kemarau 2025 tampaknya akan berjalan tanpa gejolak iklim global yang berarti. Namun, variasi regional tetap menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan strategi tepat.