Din Syamsuddin Menolak Airlangga Hartarto Menjadi Cawapres

Avatar of Rediksia
Din Syamsuddin Menolak Airlangga Hartarto Menjadi Cawapres
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai larangan buka puasa bersama pegawai dan pejabat pemerintah. (CNN Indonesia/Natalia Santi)

DIKSIA.COM - Dalam upayanya untuk mendukung Ketua Umum Golkar, , maju sebagai calon presiden (Capres), , mantan Ketua Umum Muhammadiyah, mengungkapkan keberatannya.

Din berpendapat bahwa jika pemilihan presiden memunculkan empat pasangan calon, Airlangga memiliki peluang untuk memenangkan pemilihan tersebut.

“Saya menghubungi beliau melalui WhatsApp, sebagai alumni Slipi (DPP Golkar), saya tak rela jika Ketua Umum Golkar menjadi calon wakil presiden. Namun, jika ada empat pasangan calon, peluang kemenangannya akan lebih besar,” ujar saat berbicara dalam Forum Dialog Nusantara ‘Peran TIK Memperkuat Toleransi dan Persatuan Dalam Pluralisme NKRI' di Kantor DPP Golkar, Jl Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat, pada hari Senin (29/5/2023).

Tidak diragukan lagi, Din Syamsuddin pernah menjabat sebagai ketua Balitbang Golkar pada tahun 1993. Din pun menyindir bahwa dirinya masih merupakan bagian dari Golkar.

“Saya merasa tersinggung ketika Mbak Nurul (Nurul Arifin) menyebut saya sebagai mantan. Saya masih berada di dalamnya. Jika hati saya dibuka, warnanya kuning. Seperti penyakit kuning,” ungkap Din.

Selaku pemimpin, Din Syamsuddin mengangkat isu tentang kemajemukan. Menurutnya, kemajemukan dapat menjadi penyatuan atau pemecah belah.

“Kemajemukan mengindikasikan adanya keragaman, tetapi sekaligus merupakan bagian dari kesatuan. Kemajemukan dapat menjadi kekuatan, namun juga dapat menjadi kelemahan,” kata Din.

“Ada banyak data empiris yang menunjukkan bahwa kemajemukan membawa persatuan, namun juga terdapat data empiris yang menunjukkan bahwa kemajemukan memunculkan konflik,” tambahnya.

Dalam konteks ini, Din juga menyinggung perbedaan antara demokrasi dalam Sila ke-4 Pancasila dan demokrasi liberal.

Sila tersebut menyatakan, ‘Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.'

Menurut Din, pemimpin yang dimaksud dalam Sila ke-4 adalah pemimpin bagi seluruh golongan.

Pemimpin tersebut bukanlah pemimpin bagi suatu golongan atau kelompok yang membawanya meraih kemenangan dalam pemilihan umum.