Aksi Kawal Putusan MK, Guru Besar dan Aktivis Bersatu Melawan DPR

RediksiaKamis, 22 Agustus 2024 | 09:09 WIB
Aksi Kawal Putusan MK, Guru Besar dan Aktivis Bersatu Melawan DPR
Ketua Hakim Konstitusi Suhartoyo (tengah) memimpin sidang putusan uji materi Undang-Undang Pilkada di Gedung MK, Jakarta, Selasa 20 Agustus 2024. Dalam putusan tersebut MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada yang menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. (FOTO: ANTARA / Rivan Awal Lingga)

Diksia.com - Sekelompok guru besar, akademisi, ilmuwan politik, serta ahli hukum tata negara, bersama dukungan aktivis 98, akan turun ke jalan menggelar aksi unjuk rasa di depan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, 22 Agustus 2024, pukul 10.00 WIB.

Aksi ini digelar sebagai bentuk protes keras terhadap sikap pembangkangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas putusan MK.

Dalam undangan yang telah tersebar, aksi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan mendalam terhadap kondisi demokrasi di Indonesia, yang diklaim mengalami kemunduran serius.

“Ada upaya pembegalan terhadap demokrasi dan pelanggaran terhadap konstitusi. Demokrasi Indonesia telah ambruk,” demikian kutipan undangan aksi yang diterima Tempo pada Rabu malam, 21 Agustus.

Sejumlah tokoh intelektual terkemuka akan turut hadir dan menyampaikan orasi. Di antaranya adalah Guru Besar Filsafat dari Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Franz Magnis Suseno; Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani; serta Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Valina Singka Subekti.

Tidak hanya itu, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad juga dijadwalkan untuk berorasi.

Hadir pula Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid; Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti; Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun; dan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, serta beberapa tokoh lainnya.

Aksi ini tak akan berhenti di depan gedung MK saja. Setelah menyampaikan orasi, massa akan bergerak menuju Istana Merdeka, Jakarta Pusat, guna melanjutkan protes. Gelombang protes ini muncul di tengah sorotan tajam publik terhadap putusan terbaru MK.

Sebelumnya, MK telah memutuskan untuk mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Putusan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora ini menuai kritik tajam dari berbagai pihak.

Banyak yang menilai bahwa keputusan tersebut berpotensi mereduksi demokrasi dan melanggar prinsip konstitusi. “Putusan MK vs Revisi UU oleh DPR kini menjadi masalah konstitusional yang serius.”

Para akademisi melihat bahwa situasi ini mengingatkan pada ketegangan serupa di masa lalu, ketika MK dituding sebagai lembaga yang rentan terhadap intervensi politik.

Ketegangan politik ini menunjukkan bahwa krisis kepercayaan terhadap lembaga negara masih berlanjut, memperkuat keresahan masyarakat akan masa depan demokrasi di Indonesia.