Jet Tempur F-16 dengan Pilot AI Sukses Terbang Dengan Kecepatan Tinggi

RediksiaSenin, 6 Mei 2024 | 11:52 WIB
Jet Tempur F-16 dengan Pilot AI Sukses Terbang Dengan Kecepatan Tinggi
Jet Tempur F-16 dengan Pilot AI Sukses Terbang Dengan Kecepatan Tinggi. Foto: DARPA

Diksia.com - Jakarta – Militer Amerika Serikat (AS) meraih kesuksesan dalam mengujicoba jet tempur F-16 yang bersifat eksperimental. Jet F-16 berwarna oranye dan putih ini dikendalikan oleh Kecerdasan Buatan (AI), bukan oleh seorang pilot manusia.

Untuk membuktikan kemampuannya, Menteri Angkatan Udara, Frank Kendall, duduk di kursi depan pesawat tersebut.

Penggunaan AI menandai salah satu kemajuan paling signifikan dalam bidang penerbangan militer sejak diperkenalkannya teknologi pesawat siluman pada awal tahun 1990-an.

Angkatan Udara AS mulai menerapkan teknologi ini secara agresif. Meskipun teknologi ini masih dalam tahap pengembangan, Angkatan Udara AS memiliki rencana untuk menambah lebih dari 1.000 pesawat yang dilengkapi dengan dukungan AI, yang pertama dijadwalkan akan beroperasi pada tahun 2028.

Pengujian dilakukan di Pangkalan Angkatan Udara Edwards, sebuah fasilitas luas di gurun yang digunakan oleh militer AS untuk mengembangkan teknologi dirgantara paling rahasia.

Di dalam simulator yang rahasia dan bangunan yang terlindungi, pilot melatih sistem AI untuk melakukan penerbangan dalam situasi perang.

Kendall mengunjungi pangkalan tersebut untuk menyaksikan penerbangan AI secara langsung, dan ia yakin akan peran AI di masa depan dalam pertempuran udara. “Ada risiko keamanan yang terlibat jika kita tidak mengadopsinya.

Pada titik ini, kita harus memiliki teknologi tersebut,” kata Kendall seperti yang dilaporkan dari Associated Press.

Associated Press bersama dengan NBC diberikan izin untuk menyaksikan penerbangan rahasia ini. F-16 yang dikendalikan oleh AI, yang disebut sebagai Vista, membawa Kendall dalam manuver dengan kecepatan lebih dari 885 km per jam, menimbulkan tekanan gravitasi hingga lima kali lipat pada tubuh.

Pesawat tersebut terbang berdampingan dengan F-16 kedua yang dikendalikan oleh manusia, saling bersaing dan melakukan manuver.

Setelah satu jam penerbangan, Kendall keluar dari kokpit dengan senyum di wajahnya. Dia menyatakan bahwa ia telah melihat banyak hal selama penerbangannya dan yakin bahwa sistem AI yang masih dalam tahap pembelajaran memiliki kemampuan untuk memutuskan apakah akan menggunakan senjata dalam situasi perang atau tidak.

Meskipun demikian, masih banyak pihak yang menentang gagasan tersebut. Para ahli dalam bidang pengendalian senjata dan kelompok-kelompok kemanusiaan khawatir bahwa suatu hari nanti AI dapat menggunakan senjata secara mandiri dan menimbulkan kematian tanpa konsultasi lebih lanjut dengan manusia. Upaya-upaya telah dilakukan untuk membatasi penggunaannya.

“Ada kekhawatiran yang luas dan serius terkait dengan pemberian keputusan hidup dan mati kepada sensor dan perangkat lunak,” ujar Komite Palang Merah Internasional. Senjata otonom ini menimbulkan kekhawatiran dan memerlukan tanggapan politik internasional yang mendesak.

Namun, Kendall menegaskan bahwa akan selalu ada pengawasan manusia dalam sistem saat penggunaan senjata. Transisi militer ke pesawat yang dilengkapi dengan AI didorong oleh faktor-faktor keamanan, biaya, dan pertimbangan strategis.

Dalam konteks konflik potensial antara AS dan China, armada pesawat tempur berawak yang mahal saat ini akan menjadi rentan. China memiliki jumlah armada pesawat yang melebihi AS dan juga sedang mengembangkan armada yang dilengkapi dengan AI.

Skenario perang di masa depan melibatkan serangan besar-besaran pesawat tak berawak AS yang menyerang pertahanan musuh, memberikan AS kemampuan untuk menembus wilayah udara tanpa risiko tinggi terhadap nyawa para pilot. Namun, pergeseran ini juga didorong oleh faktor ekonomi.

Angkatan Udara AS masih menghadapi hambatan dalam produksi yang tertunda dan biaya yang melonjak terkait dengan jet tempur F-35 Joint Strike Fighter, yang perkiraan biayanya mencapai USD 1,7 triliun.

Pesawat tak berawak yang lebih kecil dan lebih murah yang dikendalikan oleh AI dianggap sebagai solusi yang lebih memadai.

Operator militer dari program Vista menyatakan bahwa tidak ada negara lain yang memiliki jet tempur yang dilengkapi dengan AI seperti yang mereka miliki, di mana perangkat lunak tersebut telah diprogram setelah mempelajari jutaan titik data dalam simulator, kemudian diuji dalam penerbangan aktual.

Vista melakukan pertempuran udara pertamanya yang dikendalikan oleh AI pada bulan September 2023, dan hanya ada sekitar dua puluh empat penerbangan serupa yang dilakukan sejak saat itu.

Namun, program ini belajar dengan cepat sehingga beberapa versi AI yang diuji pada program Vista telah berhasil mengungguli pilot manusia dalam simulasi pertempuran. “Kita harus terus bergerak maju. Dan kita harus bergerak dengan cepat,” kata Kendall.

Sumber: inet.detik.com