Diksia.com - Novel Sunda Sangkuriang karya Yuliadi Soekardi adalah salah satu novel yang mengangkat kisah legenda Sunda yang terkenal, yaitu kisah cinta antara Sangkuriang dan Dayang Sumbi yang ternyata adalah ibu dan anak. Novel ini mengisahkan secara detail dan mendalam tentang latar belakang, konflik, dan akhir dari kisah cinta yang tragis tersebut. Dalam artikel ini, kita akan membahas resensi novel Sunda Sangkuriang, mulai dari sinopsis, unsur intrinsik, unsur ekstrinsik, kelebihan, kekurangan, hingga pesan moral yang terkandung dalam novel ini.
Identitas Novel
- Judul: Sangkuriang
- Penulis: Yuliadi Soekardi
- Penerbit: CV Pustaka Setia
- Tahun Terbit: 2002
- Tebal: 112 halaman
Sinopsis Novel Sunda Sangkuriang
Novel ini dimulai dengan pengenalan tokoh utama, yaitu Sangkuriang, seorang pangeran yang memiliki kekuatan gaib yang luar biasa. Ia adalah putra dari Prabu Tapa Agung, raja Kerajaan Sunda yang sakti mandraguna. Sangkuriang sangat dicintai oleh ayahnya, tetapi tidak oleh ibunya, Dayang Sumbi, yang merasa tidak bahagia dengan pernikahannya. Dayang Sumbi adalah seorang wanita cantik yang berasal dari Kerajaan Galuh, yang dipaksa menikah dengan Prabu Tapa Agung karena kalah taruhan.
Suatu hari, Sangkuriang berburu di hutan bersama anjing kesayangannya, Tumang. Ia menemukan seekor babi hutan yang ternyata adalah jelmaan dari Bajang, adik Dayang Sumbi yang ingin membunuh Sangkuriang. Sangkuriang memerintahkan Tumang untuk mengejar dan menggigit babi hutan tersebut, tetapi Tumang menolak karena ia tahu bahwa babi hutan itu adalah pamannya. Sangkuriang marah dan membunuh Tumang dengan panahnya. Ketika ia membawa Tumang ke rumah, Dayang Sumbi sangat sedih dan marah karena mengetahui bahwa Tumang adalah jelmaan dari ayahnya, Prabu Sanghyang Guruminda. Ia pun memukul kepala Sangkuriang dengan sendok kayu hingga berdarah dan membuatnya lari dari rumah.
Sangkuriang mengembara ke berbagai negeri dan bertemu dengan banyak tokoh, seperti Prabu Siliwangi, Nyi Roro Kidul, Prabu Kian Santang, dan lain-lain. Ia juga mendapatkan banyak ilmu dan kekuatan gaib, seperti ilmu pukulan maut, ilmu terbang, ilmu menghilang, dan ilmu mengendalikan roh dan jin. Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang kembali ke Kerajaan Sunda dan bertemu dengan Dayang Sumbi yang masih cantik dan awet muda karena memiliki ilmu abadi. Sangkuriang tidak menyadari bahwa Dayang Sumbi adalah ibunya dan langsung jatuh cinta padanya. Ia pun melamar Dayang Sumbi dan ingin menikahinya.
Dayang Sumbi yang mengetahui identitas Sangkuriang merasa bingung dan takut. Ia mencari cara untuk menolak lamaran Sangkuriang tanpa menyakiti hatinya. Ia pun memberikan syarat yang mustahil kepada Sangkuriang, yaitu membuat sebuah danau dan sebuah perahu dalam waktu semalam. Sangkuriang yang sangat mencintai Dayang Sumbi menerima tantangan itu dan segera bekerja dengan bantuan roh dan jin yang ia kuasai. Ia berhasil membuat danau dengan cara menyumbat aliran sungai Citarum dan menggali tanah di sekitarnya. Ia juga berhasil membuat perahu dengan cara menebang pohon-pohon di hutan.
Dayang Sumbi yang melihat keberhasilan Sangkuriang merasa panik dan berdoa kepada dewa-dewa agar menggagalkan usaha Sangkuriang. Dewa-dewa pun mengabulkan doanya dengan cara mempercepat terbitnya matahari. Ketika Sangkuriang melihat matahari terbit, ia merasa gagal dan marah. Ia pun menendang perahu yang telah ia buat hingga terbalik dan menjadi sebuah gunung. Gunung itu kemudian dinamakan Gunung Tangkuban Perahu, yang artinya perahu terbalik. Sangkuriang juga mencoba membunuh Dayang Sumbi, tetapi ia berhasil melarikan diri. Sangkuriang pun mengutuk Dayang Sumbi menjadi bunga yang selalu mekar di malam hari dan layu di siang hari. Bunga itu kemudian dinamakan bunga patma, yang artinya bunga pengasih.
Unsur Intrinsik Novel Sunda Sangkuriang
Novel Sunda Sangkuriang memiliki beberapa unsur intrinsik yang membangun ceritanya, yaitu tema, tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat. Berikut adalah penjelasan singkat tentang unsur-unsur intrinsik tersebut:
Tema
Tema novel Sunda Sangkuriang adalah kisah cinta tragis yang terlarang antara ibu dan anak. Tema ini menggambarkan konflik batin yang dialami oleh Sangkuriang dan Dayang Sumbi, yang saling mencintai tetapi terhalang oleh hubungan darah mereka. Tema ini juga menggambarkan akibat fatal dari kisah cinta mereka, yaitu terjadinya bencana alam dan kutukan yang abadi.
Tokoh dan Penokohan
Tokoh utama novel Sunda Sangkuriang adalah Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Sangkuriang adalah seorang pangeran yang memiliki kekuatan gaib yang luar biasa. Ia adalah seorang pemuda yang tampan, perkasa, berani, setia, dan pantang menyerah. Ia juga memiliki sisi kemanusiaan yang membuatnya rentan terhadap dosa dan kelemahan, seperti marah, dendam, dan cinta buta. Dayang Sumbi adalah seorang wanita yang cantik, cerdas, sabar, dan penyayang. Ia adalah seorang ibu yang rela berkorban untuk anaknya, tetapi juga seorang wanita yang ingin mencari kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Ia juga memiliki ilmu abadi yang membuatnya awet muda dan tidak menua.
Tokoh pendukung novel Sunda Sangkuriang adalah Prabu Tapa Agung, Prabu Sanghyang Guruminda, Bajang, Tumang, Prabu Siliwangi, Nyi Roro Kidul, Prabu Kian Santang, dan lain-lain. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berperan dalam kehidupan Sangkuriang, baik sebagai keluarga, sahabat, musuh, atau guru. Mereka juga memiliki karakter dan peran yang berbeda-beda dalam cerita.
Alur
Alur novel Sunda Sangkuriang adalah alur campuran, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju adalah alur yang mengikuti urutan kronologis kejadian dari awal hingga akhir. Alur maju digunakan untuk menceritakan perjalanan hidup Sangkuriang dari kecil hingga dewasa. Alur mundur adalah alur yang melompat ke masa lalu untuk menjelaskan latar belakang atau penyebab dari suatu kejadian. Alur mundur digunakan untuk menceritakan kisah masa lalu Dayang Sumbi, Prabu Tapa Agung, Prabu Sanghyang Guruminda, dan lain-lain.
Latar
Latar novel Sunda Sangkuriang adalah latar tempat, waktu, dan suasana. Latar tempat adalah tempat-tempat yang menjadi lokasi kejadian dalam cerita, seperti Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh, hutan, sungai, gunung, dan lain-lain. Latar waktu adalah waktu yang menjadi periode kejadian dalam cerita, yaitu zaman dahulu kala atau zaman mitologi. Latar suasana adalah suasana yang menggambarkan keadaan batin dan emosional tokoh-tokoh dalam cerita, seperti cinta, benci, sedih, bahagia, takut, marah, dan lain-lain.
Sudut Pandang
Sudut pandang novel Sunda Sangkuriang adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Sudut pandang ini menggunakan kata ganti orang ketiga, seperti ia, dia, mereka, dan lain-lain. Sudut pandang ini juga mengetahui segala hal yang terjadi dalam cerita, baik pikiran, perasaan, motif, maupun rahasia tokoh-tokoh.
Gaya Bahasa
Gaya bahasa novel Sunda Sangkuriang adalah gaya bahasa yang sederhana, lugas, dan jelas. Gaya bahasa ini menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh pembaca, tanpa banyak menggunakan kiasan, majas, atau istilah asing. Gaya bahasa ini juga menggunakan kalimat yang efektif, padat, dan bermakna, tanpa banyak menggunakan kata sambung, kata penghubung, atau kata pengulang.
Amanat
Amanat novel Sunda Sangkuriang adalah pesan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca. Amanat novel ini adalah:
- Cinta yang terlarang akan membawa bencana bagi diri sendiri dan orang lain. Cinta yang terlarang adalah cinta yang melanggar norma, hukum, atau agama, seperti cinta antara ibu dan anak, saudara kandung, atau orang yang sudah berpasangan. Cinta yang terlarang akan menimbulkan konflik batin, rasa bersalah, penyesalan, dan kutukan yang abadi.
- Kekuatan gaib bukanlah segalanya dalam hidup. Kekuatan gaib adalah kemampuan yang melebihi kemampuan manusia biasa, seperti ilmu terbang, ilmu menghilang, ilmu mengendalikan roh dan jin, dan lain-lain. Kekuatan gaib bukanlah jaminan untuk mendapatkan kebahagiaan, kekayaan, atau kekuasaan. Kekuatan gaib juga bisa menjadi bumerang bagi diri sendiri dan orang lain, jika digunakan untuk hal-hal yang buruk, seperti membunuh, mencuri, atau menipu.
- Hidup harus selalu bersyukur dan berdoa kepada Tuhan. Hidup adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Hidup harus selalu disyukuri dengan cara bersikap baik, berbuat baik, dan berpikir baik. Hidup juga harus selalu berdoa kepada Tuhan, agar diberikan petunjuk, perlindungan, dan pertolongan dalam menghadapi segala masalah dan cobaan.
Unsur Ekstrinsik Novel Sunda Sangkuriang
Unsur ekstrinsik novel Sunda Sangkuriang adalah unsur-unsur yang berasal dari luar novel, tetapi mempengaruhi isi dan bentuk novel. Unsur-unsur ekstrinsik ini adalah latar belakang pengarang, latar belakang sosial budaya, dan kritik sastra. Berikut adalah penjelasan singkat tentang unsur-unsur ekstrinsik tersebut:
Latar Belakang Pengarang
Pengarang novel Sunda Sangkuriang adalah Yuliadi Soekardi, seorang sastrawan, budayawan, dan akademisi yang lahir di Bandung pada tahun 1957. Ia adalah lulusan dari Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran dan Program Doktor Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Ia juga pernah mengajar di beberapa perguruan tinggi, seperti Universitas Padjadjaran, Universitas Parahyangan, Universitas Islam Bandung, dan Universitas Pasundan. Ia juga aktif dalam berbagai organisasi kebudayaan, seperti Masyarakat Sastra Indonesia, Masyarakat Sastra Sunda, dan Masyarakat Sastra Nusantara.
Yuliadi Soekardi memiliki minat dan kecintaan yang besar terhadap sastra dan budaya Sunda. Ia banyak menulis karya sastra, baik puisi, cerpen, novel, maupun esai, yang berkaitan dengan tema-tema Sunda, seperti sejarah, mitologi, tradisi, adat, dan kearifan lokal. Ia juga banyak melakukan penelitian dan pengkajian tentang sastra dan budaya Sunda, baik secara teoretis, historis, maupun kritis. Ia juga sering mengadakan seminar, diskusi, dan pelatihan tentang sastra dan budaya Sunda, baik di dalam maupun di luar negeri.
Novel Sunda Sangkuriang adalah salah satu karya sastra yang ditulis oleh Yuliadi Soekardi dengan mengangkat kisah legenda Sunda yang terkenal, yaitu kisah cinta antara Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Novel ini ditulis dengan tujuan untuk melestarikan dan mengembangkan sastra dan budaya Sunda, serta untuk memberikan wawasan dan apresiasi kepada pembaca tentang kekayaan dan keindahan sastra dan budaya Sunda.
Latar Belakang Sosial Budaya
Latar belakang sosial budaya novel Sunda Sangkuriang adalah latar belakang yang berkaitan dengan kondisi sosial dan budaya yang ada pada zaman dan tempat terjadinya cerita, yaitu zaman dahulu kala atau zaman mitologi di wilayah Sunda. Latar belakang sosial budaya ini mempengaruhi berbagai aspek dalam novel, seperti setting, karakter, konflik, dan nilai-nilai yang terkandung dalam novel.
Latar belakang sosial budaya novel Sunda Sangkuriang adalah sebagai berikut:
- Zaman dahulu kala atau zaman mitologi adalah zaman yang penuh dengan keajaiban, kekuatan gaib, dan makhluk-makhluk halus. Zaman ini juga merupakan zaman yang penuh dengan peperangan, persaingan, dan pertentangan antara kerajaan-kerajaan, bangsa-bangsa, dan agama-agama. Zaman ini juga merupakan zaman yang penuh dengan kepercayaan, kepatuhan, dan ketakwaan kepada dewa-dewa, leluhur, dan alam.
- Wilayah Sunda adalah wilayah yang meliputi sebagian besar Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan sebagian Jawa Tengah dan Jawa Timur. Wilayah ini memiliki kekayaan dan keanekaragaman alam, budaya, dan sastra yang luar biasa. Wilayah ini juga memiliki sejarah dan tradisi yang panjang dan beragam, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti geografis, etnis, agama, politik, dan ekonomi.
Kritik Sastra
Kritik sastra novel Sunda Sangkuriang adalah kritik yang dilakukan oleh para ahli, pengamat, atau pembaca sastra terhadap novel Sunda Sangkuriang, baik dari segi isi, bentuk, maupun nilai-nilai yang terkandung dalam novel. Kritik sastra ini bertujuan untuk memberikan penilaian, apresiasi, atau saran terhadap novel Sunda Sangkuriang, agar novel ini dapat menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi pembaca.
Kritik sastra novel Sunda Sangkuriang adalah sebagai berikut:
- Novel Sunda Sangkuriang adalah novel yang berhasil mengangkat kisah legenda Sunda yang terkenal dengan cara yang menarik, mendalam, dan berbeda. Novel ini tidak hanya menceritakan kisah cinta antara Sangkuriang dan Dayang Sumbi, tetapi juga menceritakan latar belakang, konflik, dan akhir dari kisah cinta tersebut. Novel ini juga tidak hanya mengandalkan sumber-sumber tradisional, tetapi juga menggabungkan sumber-sumber modern, seperti sejarah, arkeologi, antropologi, dan psikologi.
- Novel Sunda Sangkuriang adalah novel yang memiliki unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang saling mendukung dan menyempurnakan. Unsur-unsur intrinsik novel ini, seperti tema, tokoh, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat, adalah unsur-unsur yang membangun cerita novel ini dengan cara yang harmonis, konsisten, dan bermakna. Unsur-unsur ekstrinsik novel ini, seperti latar belakang pengarang, latar belakang sosial budaya, dan kritik sastra, adalah unsur-unsur yang mempengaruhi isi dan bentuk novel ini dengan cara yang positif dan kritis. Novel ini juga memiliki nilai-nilai yang relevan dan bermanfaat bagi pembaca, seperti nilai-nilai moral, budaya, dan religius.
- Novel Sunda Sangkuriang adalah novel yang memiliki kelebihan dan kekurangan yang dapat menjadi bahan evaluasi dan perbaikan. Kelebihan novel ini adalah novel ini memiliki alur yang menarik, tokoh yang kuat, latar yang kaya, gaya bahasa yang sederhana, dan amanat yang jelas. Kelemahan novel ini adalah novel ini memiliki beberapa bagian yang terlalu panjang, detail, atau repetitif, yang dapat membuat pembaca bosan atau kehilangan fokus. Novel ini juga memiliki beberapa bagian yang kurang logis, konsisten, atau koheren, yang dapat membuat pembaca bingung atau tidak puas.
Demikianlah artikel tentang “Resensi Novel Sunda Sangkuriang karya Yuliadi Soekardi”. Semoga artikel ini dapat memberikan informasi, inspirasi, dan apresiasi kepada kamu tentang novel Sunda Sangkuriang. Terima kasih telah membaca artikel ini