Diksia.com - Ronggeng Dukuh Paruk adalah novel karya Ahmad Tohari yang menggambarkan kehidupan masyarakat di desa Dukuh Paruk. Novel ini diterbitkan pertama kali pada tahun 1982 dalam bentuk trilogi, yaitu Catatan Buat Emak, Lintang Kemukus Dini Hari, dan Jantera Bianglala.
Kisah dalam novel ini berlatarkan peristiwa G30S PKI yang kelam dan mengangkat kisah cinta antara Srintil, seorang penari ronggeng, dan Rasus, teman sejak kecilnya yang berprofesi sebagai tentara.
Desa Dukuh Paruk adalah desa kecil yang terbelakang dan melarat. Masyarakatnya memprihatinkan dengan kemiskinan, kelaparan, dan kebodohan. Srintil, yang dianggap keturunan Ki Secamenggala, harus melalui berbagai tahapan sebagai ronggeng.
Dia adalah anak yatim piatu yang kedua orang tuanya meninggal bersama 16 penduduk lain yang mengalami keracunan tempe bongkrek. Kakeknya meyakini bahwa Srintil sudah kerasukan indang ronggeng dan dilahirkan sebagai ronggeng dengan restu arwah Ki Secamenggala.
Rasus, yang cemburu dan Dower yang berperangkatan, menjadi bagian penting dari kisah ini. Novel ini tidak hanya menggambarkan kisah cinta, tetapi juga tragedi kemanusiaan dan budaya tradisional yang cukup kental.
Novel ini telah diadaptasi ke dalam film dua kali, yaitu Darah dan Mahkota Ronggeng (1983) dan Sang Penari (2011). Film Sang Penari bahkan meraih empat Piala Citra pada Festival Film Indonesia 2011.
Ronggeng Dukuh Paruk adalah salah satu novel Indonesia yang populer dengan genre historical fiction. Kisah dalam novel ini menggambarkan kehidupan masyarakat di desa Dukuh Paruk yang terbelakang dan melarat. Novel ini juga mengangkat tradisi dan budaya yang kental di desa tersebut.