Diksia.com - Lebaran adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, terutama mereka yang merantau jauh dari kampung halaman. Namun, tidak semua orang bisa pulang lebaran, entah karena alasan pekerjaan, keuangan, atau hal lainnya.
Bagaimana rasanya jika kamu tidak bisa pulang lebaran selama tiga tahun berturut-turut? Bagaimana perasaan ibumu yang menanti kepulanganmu? Itulah yang dirasakan oleh Husen, tokoh utama dalam novel “Pulang Lebaran Demi Ibu” karya Popy Novita.
Novel ini bercerita tentang perjuangan Husen untuk pulang, dari tanah rantau demi menjalani lebaran bersama keluarga. Novel ini juga menggambarkan kerinduan yang mendalam antara Husen dan ibunya, serta konflik-konflik yang mewarnai kehidupan mereka.
Detail Novel
- Judul: Pulang Lebaran Demi Ibu
- Pengarang: Popy Novita
- Genre: Drama
- Bahasa: Indonesia
- Penerbit: KBM
- Peringkat: 4.5/5 bintang
Sinopsis
Perayaan Lebaran seharusnya menjadi momen kebahagiaan di mana keluarga berkumpul dengan penuh sukacita. Sayangnya, bagi Husen, pengalaman tersebut berbeda. Sebagai individu yang memiliki kondisi finansial paling sulit di antara kedua adiknya, Husen terpaksa menahan rasa kecewanya ketika dirinya selalu dibandingkan.
Di tengah keceriaan keluarga yang seharusnya merajai suasana Lebaran, Husen merasakan pahitnya perbandingan yang tak henti. Meskipun seharusnya momen ini penuh dengan kebersamaan dan kegembiraan, namun bagi Husen, kehadirannya terus dipandang dari sudut finansial. Bagai bayangan yang melintas, keberadaannya seringkali disertai dengan komentar dan perbandingan tak adil.
Ketidaksetaraan finansial di antara saudara-saudaranya menjadi bayang-bayang yang menggelayuti kegembiraan Lebaran. Seakan-akan momen berharga ini terasa lebih menyakitkan ketika Husen harus merenungi posisinya yang lemah di dalam keluarga. Meskipun mencoba menyembunyikan rasa sakit hati, namun setiap perbandingan yang diucapkan menyisakan luka yang sulit disembuhkan.
Lebaran, seharusnya memancarkan cahaya sukacita bagi setiap anggota keluarga. Namun, bagi Husen, cahaya tersebut redup oleh bayangan ketidaksetaraan. Meskipun mencoba tetap tersenyum di antara senyuman keluarga lainnya, namun hatinya terusik oleh perasaan tak adil yang melekat.