Diksia.com - Apakah kamu siap menyelami kisah yang mengaduk emosi dan menguras air mata? Kisah tentang kehilangan, penyesalan, dan perjuangan untuk bertahan hidup. Kisah yang terinspirasi dari peristiwa nyata yang memilukan, tragedi Laut Pasang 1994.
Novel Laut Pasang 1994 karya Lilpudu, diterbitkan oleh Kawah Media, akan membawamu dalam perjalanan emosional yang tak terlupakan. Siapkan hatimu untuk terenyuh, terharu, dan mungkin meneteskan air mata.
Lilpudu, sang penulis berbakat, merangkai kata-kata menjadi untaian kisah yang memikat. Dengan sentuhan magisnya, ia menghidupkan karakter-karakter yang begitu nyata, seolah-olah mereka adalah orang-orang yang kita kenal. Kamu akan merasakan setiap emosi yang mereka alami, setiap rasa sakit yang mereka rasakan.
Novel ini tidak hanya menyuguhkan cerita yang menyentuh, tetapi juga memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya keluarga, persahabatan, dan kasih sayang. Kamu akan diajak untuk merenungkan arti kehidupan dan menghargai setiap momen yang kita miliki.
Tahun 1994 menjadi saksi bisu tragedi memilukan yang menghancurkan sebuah kota pesisir. Gelombang pasang yang ganas menyapu bersih segala yang ada di hadapannya, termasuk tujuh nyawa yang tak berdosa.
Kisah ini berpusat pada seorang bapak yang dihantui penyesalan mendalam atas kehilangan ketujuh anaknya. Ia harus menghadapi kenyataan pahit bahwa ia selamat, sementara anak-anaknya terenggut oleh ganasnya laut.
Di sisi lain, kita akan menyaksikan perjuangan tujuh bersaudara yang berusaha bertahan hidup di tengah bencana yang melanda. Mereka harus menghadapi rasa takut, kehilangan, dan ketidakpastian. Namun, mereka juga menemukan kekuatan dalam ikatan persaudaraan yang tak tergoyahkan.
Detail Novel
- Judul: Laut Pasang 1994
- Pengarang: Lilpudu
- Genre: Fiksi Historis, Drama Keluarga
- Bahasa: Indonesia
- Penerbit: Kawah Media
- Rating: 4.8/5 (Goodreads)
- Tahun Terbit: Cetakan I, April 2023
Sinopsis
Peristiwa yang menghancurkan seluruh kota dalam sekejap. Tujuh raga yang paling menyedihkan menjadi saksi bagaimana dahsyatnya gelombang pasang malam itu. Malam terakhir penuh bintang, seindah senyuman ibu enam tahun silam.
“Apta! Esa! Pegang tangan Mas yang kencang!”
Kalimat itu menjadi kalimat terakhir Khalid dalam usahanya yang ternyata sia-sia. Semuanya terjadi begitu cepat, air laut naik ke permukaan lebih ganas dari dugaannya dan mampu memisahkan genggaman tangan mereka tanpa belas kasihan.
“Bagaimanapun takdirnya nanti, tujuh ya akan tetap tujuh. Ingat kata Si Mbah, kita itu satu, satu jiwa yang terbagi di tujuh raga berbeda.”
Prolog
Tahun 1994 adalah tahun yang paling menyakitkan bagi diriku, juga bagi warga di kampungku. Kejadian tak terduga merenggut senyum dan kebahagiaan banyak orang.
Aku, yang keras kepala dan egois, pada peristiwa 2 Juni 1994, mendapatkan balasan atas semua perbuatanku. Malam itu, suara air yang naik dengan cepat ke daratan, teriakan, jeritan, dan benturan barang-barang menciptakan kekacauan.
Aku berusaha keras meneriaki satu persatu nama ketujuh anakku yang hanyut dibawa air malam itu. Takdir memang kejam.
Entah keberuntungan atau kesialan, aku selamat dari peristiwa itu. Sebuah tiang besar menjadi tumpuanku untuk menyelamatkan diri dari derasnya arus yang terus naik.
Mataku menerawang jauh ke berbagai penjuru, meski yang kulihat hanya mayat yang terapung dibawa arus. Segalanya gelap karena listrik padam. Beruntung, cahaya bintang masih sudi memberi sedikit sinarnya untuk manusia sepertiku.
Di bawah langit malam, tubuh ini sudah kehabisan tenaga. Manusia egois sepertiku hanya bisa menangis menyesali perbuatan pecundang yang telah dijalani bertahun-tahun.
Anak-anakku tak ada yang pulang, meski aku berusaha tetap membuka mata, mereka tak pernah datang. Suaraku nyaris habis, hanya gemuruh air terdengar seperti ejekan di telingaku. Mereka menertawakan sosok ayah brengsek yang tengah menyesali perbuatannya.
Jika ditakdirkan untuk merasakan kehilangan yang kedua kalinya, aku jelas lebih memilih mati daripada harus bertahan hidup dalam kesengsaraan. Melanjutkan hidup tanpa anak-anakku sama saja dengan hidup tanpa nyawa.
Jika terbukti tak ada yang selamat, aku memohon pada Tuhan untuk mencabut nyawaku sekarang. Aku benar-benar menyesal setengah mati. Menyesal karena belum sempat meminta maaf pada mereka.
Haruskah dengan cara seperti ini kalian menghukum Ayah? Ayah menyesal, nak. Ayah minta maaf.
Dimana Bisa Membaca Novel Laut Pasang 1994?
Kamu bisa mendapatkan novel ini di toko buku Gramedia terdekat atau membelinya secara online melalui platform seperti Shopee dan Tokopedia.
Cara Membaca Novel Laut Pasang 1994:
- Siapkan hati dan pikiranmu untuk menyelami kisah yang emosional.
- Cari tempat yang tenang dan nyaman untuk membaca.
- Nikmati setiap halamannya dan biarkan dirimu terbawa oleh alur cerita yang memikat.
- Siapkan tisu, karena kamu mungkin akan meneteskan air mata.
Laut Pasang 1994 merupakan novel yang akan membuatmu terpaku dari awal hingga akhir. Kamu akan merasakan setiap emosi yang tertuang dalam setiap halamannya. Kisah ini akan menyentuh hatimu, membuatmu menangis, dan mungkin mengubah cara pandangmu tentang kehidupan.
Jangan lewatkan kesempatan untuk membaca novel yang luar biasa ini. Siapkan dirimu untuk terhanyut dalam kisah yang tak terlupakan.