BMKG Blak-Blakan soal Alasan Sebut Megathrust Tinggal Tunggu Waktu

Muhamad Adin ArifinJumat, 23 Agustus 2024 | 13:06 WIB
BMKG Blak-Blakan soal Alasan Sebut Megathrust Tinggal Tunggu Waktu
BMKG Blak-Blakan soal Alasan Sebut Megathrust Tinggal Tunggu Waktu

Langkah antisipasi lainnya adalah pengecekan rutin terhadap sistem peringatan dini yang telah dihibahkan kepada pemerintah daerah.

“Sirine peringatan tsunami seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Namun, dalam setiap tes bulanan, ditemukan bahwa beberapa sirine tidak berfungsi dengan baik,” ungkapnya.

BMKG juga menyoroti pentingnya penyebaran informasi peringatan dini kepada masyarakat. “Masyarakat harus siap, dan ini memerlukan penyebaran informasi yang masif. Kami dibantu oleh Kominfo untuk ini,” ujarnya.

Namun, Dwikorita juga mengakui bahwa BMKG tidak bisa bergerak sendiri dalam penanganan bencana ini, mengingat adanya keterbatasan wewenang dan otonomi daerah.

“BMKG lebih fokus pada teknologi dan sistem yang memberikan peringatan dini. Tapi, pelaksanaan di lapangan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah,” jelasnya.

Contohnya adalah pemeliharaan sirine dan sistem peringatan dini lainnya yang telah dihibahkan ke pemerintah daerah. Selain itu, ada juga masalah terkait tata ruang, persyaratan bangunan, hingga jalur evakuasi yang sering kali tidak terjaga dengan baik.

“Kadang-kadang jalur evakuasi justru dibangun warung atau WC umum. Saya sendiri melihatnya. Rambu-rambu evakuasi pun banyak yang hilang, sehingga masyarakat bingung harus lari ke mana saat terjadi bencana,” ungkapnya.

BMKG mencatat bahwa beberapa pemerintah daerah sudah menunjukkan kinerja baik dalam mitigasi megathrust, seperti DI Yogyakarta, Bali, dan Sumatra Barat.

Namun, ada tantangan besar ketika terjadi pergantian kepala daerah. Seringkali, program mitigasi bencana dari pemerintah sebelumnya tidak dilanjutkan oleh pemerintah yang baru.

Sebuah contoh nyata adalah gempa dan tsunami Palu, Sulawesi Tengah, pada tahun 2018. Dwikorita menjelaskan bahwa sejak 2009, BMKG telah mendampingi pemerintah daerah, perguruan tinggi, sekolah, hingga LSM di Palu untuk mempersiapkan diri menghadapi Patahan Palu Koro.

“Semua sudah siap, tata ruang sudah dijalankan. Tapi saat semua siap, gempa dan tsunami tidak terjadi. Begitu pemerintah daerahnya ganti, persiapan yang ada tidak dilanjutkan, dan terjadilah gempa dan tsunami,” jelasnya.