Diksia.com - Sejarah memperlihatkan, pada zaman kejayaan Shalahuddin Al-Ayyubi, terjadi pembebasan Baitul Maqdis di Bulan Rajab. Peristiwa monumental ini tergelar pada tanggal 27 Rajab, 583 H/1187 M, melalui perjanjian “Shulh Al-Ramlah.”
Shalahuddin Al-Ayyubi, khalifah dan pemimpin ulung, membentuk Dinasti Ayyubiyah setelah keruntuhan Dinasti Fatimiyah dalam pertempuran melawan Tentara Salib.
Dalam catatan Fida’ Abdilah dan Yusak Burhanudin di Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII, ketika Tentara Salib menguasai Baitul Maqdis, umat Islam di sana menderita di bawah naungan Godfey.
Selama hampir sembilan dekade di bawah kekuasaan Kristen, umat Islam di Baitul Maqdis menderita perlakuan zalim. Perjanjian dilanggar, dan Masjid Al-Aqsa dihinakan menjadi tempat ternak babi.
Perlakuan ini amat tidak patut, mengingat Masjid Al-Aqsa di Al-Quds adalah tempat suci kaum muslimin, tempat lahir dan berdakwah banyak nabi serta kiblat pertama umat Islam sebelum Kakbah.
Selain alasan tersebut, berbagai faktor mendorong umat Islam untuk merebut kembali Baitul Maqdis dari cengkraman orang-orang kafir. Dan pada akhirnya, Shalahuddin Al-Ayyubi melancarkan pembebasan Baitul Maqdis di bulan Rajab.
Pembebasan Baitul Maqdis di Bulan Rajab
Sosok kunci dalam suksesnya pembebasan Baitul Maqdis di bulan Rajab adalah Shalahuddin Al-Ayyubi. Seperti yang terangkum dalam Sejarah Peradaban Islam oleh Akhmad Saufi dan Hasmi Fadillah, nama lengkapnya adalah Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi Abdul Muzaffar Yusuf bin Najmuddin bin Ayyub. Lahir di benteng Tirkit, Irak, pada tahun 532 H atau 1137 M.
Sejak kecil, Shalahuddin diberi kesempatan luas untuk mendalami Islam dan mempelajari strategi militer. Dengan keberhasilannya mendirikan Dinasti Ayyubiyah yang menggantikan Dinasti Fatimiyah, Shalahuddin Al-Ayyubi menorehkan sejarah besar.
Salah satu prestasinya yang luar biasa adalah pembebasan Baitul Maqdis di bulan Rajab dari genggaman Tentara Salib. Peristiwa ini berlangsung pada tanggal 27 Rajab, 583 H/1187 M, memicu reaksi dahsyat dari umat Islam.
Menurut kisah dalam buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah Kelas VIII oleh Murodi, Shalahuddin Al-Ayyubi berhasil merebut kembali Yerusalem, memaksa penguasa Eropa memobilisasi kembali ekspedisi militer, Perang Salib III.
Pasukan Salib yang dipimpin oleh Raja Jerman Prederik Barbarosa, Raja Inggris Richard the Lion Heart, dan Philip August dari Prancis, berhadapan dengan umat Islam yang dikomandoi langsung oleh Shalahuddin Al-Ayyubi.
Dalam Perang Salib III ini, pasukan Salib tak mampu menghadapi serangan taktis Shalahuddin Al-Ayyubi. Mereka hanya mampu mempertahankan sebagian wilayah pantai dan berhasil merebut Aka sebagai Ibu Kota.
Akibat “kekalahan” Pasukan Salib, tercapailah perjanjian damai antara Shalahuddin Al-Ayyubi dan Richard. Inti dari perjanjian ini menyatakan:
“Bahwa daerah pedalaman menjadi milik orang Islam dan Jamaah Kristen yang pergi naik haji ke Baitul Maqdis tidak diganggu, dan daerah pantai menjadi milik orang Kristen.”
Perjanjian ini mengakhiri Perang Salib III antara umat Islam dan Eropa, dikenal dengan sebutan “Shulh Al-Ramlah.”