Diksia.com - Jagat maya dihebohkan oleh penarikan mendadak lagu “Bayar Bayar Bayar” dari grup punk Sukatani yang liriknya dianggap menyentil kepolisian. Lagu yang sempat viral ini mendadak lenyap dari platform musik, memicu dugaan ada tekanan di baliknya.
Pengumuman penarikan disampaikan langsung oleh dua personel Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti (gitaris) dan Novi Citra Indriyati (vokalis), melalui akun Instagram @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari 2025. Mereka juga menyampaikan permintaan maaf kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan institusi kepolisian.
“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami yang liriknya menyebut ‘bayar polisi’, sehingga viral di media sosial,” ujar Lufti. Ia menegaskan, lagu itu sebenarnya ditujukan sebagai kritik terhadap oknum polisi yang menyalahgunakan wewenang.
Tak hanya itu, mereka juga meminta agar seluruh video atau rekaman lagu tersebut dihapus dari internet. “Jika ada risiko di kemudian hari, itu bukan tanggung jawab kami,” imbuhnya.
Dalam pernyataannya, keduanya menegaskan bahwa permintaan maaf dan penarikan lagu dilakukan tanpa tekanan dari pihak mana pun. “Kami menyatakan ini secara sadar dan sukarela,” kata mereka.
Meski lagu sudah tak tersedia di Spotify maupun akun resmi Sukatani, beberapa penggemar masih bisa menemukannya di Bandcamp.com.
Lirik Lagu Sukatani Bayar Bayar Bayar
Berikut lirik lagu Sukatani berjudul Bayar Bayar Bayar yang dinyatakan ditarik peredarannya.
Mau bikin SIM bayar polisi
Ketilang di jalan bayar polisi
Touring motor gede bayar polisi
Angkot mau ngetem bayar polisiAduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisiMau bikin gigs bayar polisi
Lapor barang hilang bayar polisi
Masuk ke penjara bayar polisi
Keluar penjara bayar polisiAduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisiMau korupsi bayar polisi
Mau gusur rumah bayar polisi
Mau babat hutan bayar polisi
Mau jadi polisi bayar polisiAduh aduh ku tak punya uang
Untuk bisa bayar polisi
Kapolri: Kritik Itu Wajar, Polri Terus Berbenah
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menanggapi polemik ini dengan sikap terbuka. Ia menegaskan bahwa kritik adalah bagian dari upaya perbaikan institusi.
“Dalam menerima kritik, tentunya kami harus legawa. Yang terpenting adalah adanya perbaikan. Jika ada informasi yang kurang tepat, bisa diberikan penjelasan,” ujarnya di Jakarta, Jumat, 21 Februari 2025.
Kapolri menegaskan bahwa kritik seperti ini menjadi pemantik bagi Polri untuk terus berbenah. “Kami berkomitmen untuk menindak anggota yang melanggar dan memberi penghargaan kepada yang berprestasi,” tambahnya.
Ia juga menyatakan bahwa permintaan maaf dari Sukatani mungkin terjadi karena adanya miskomunikasi. “Tidak ada masalah. Mungkin ada miss, tapi sudah diluruskan,” ujarnya.
PBHI: Ada Dugaan Intimidasi, Ini Kemunduran Demokrasi
Namun, di sisi lain, Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menyoroti adanya kemungkinan tekanan terhadap Sukatani. Ketua PBHI, Julius Ibrani, meminta Kapolri turun tangan untuk memastikan tidak ada praktik intimidasi yang dilakukan oleh bawahannya.
“Kami menduga kuat ada ancaman melalui strategi intelijen. Ini dilakukan secara diam-diam hingga akhirnya mereka meminta maaf dan menarik lagu. Ini pelanggaran Hak Asasi Manusia,” ujar Julius pada Kamis, 20 Februari 2025.
Ia menilai, jika benar ada tindakan represif terhadap Sukatani hanya karena mereka mengkritik lewat lagu, maka itu bertentangan dengan semangat reformasi kepolisian yang digaungkan Kapolri. “Kapolri pernah mengatakan siapa yang mengkritik polisi paling keras akan dijadikan duta kritik. Jika ini benar, maka ada pembangkangan dari bawahannya,” katanya.
Julius juga mengingatkan bahwa karya seni adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang harus dilindungi. Ia menyebut kasus ini sebagai tanda kemunduran demokrasi, mengingat di era Orde Baru, kritik terhadap pemerintah kerap diberangus.
“Jika aparat terlibat dalam penarikan lagu ini, kita sedang berjalan mundur ke masa di mana kritik terhadap penguasa dianggap tabu,” pungkasnya.
Sumber: Tempo