Sinopsis Film American Fiction, Satire Tajam tentang Identitas Rasial dan Merit Artistik

RediksiaJumat, 16 Februari 2024 | 16:09 WIB
Sinopsis Film American Fiction, Satire Tajam tentang Identitas Rasial dan Merit Artistik
Sinopsis Film American Fiction, Satire Tajam tentang Identitas Rasial dan Merit Artistik. Foto: TMDB

Diksia.com - Film American Fiction (2023) adalah film drama komedi yang diadaptasi dari novel Erasure karya Percival Everett. Film ini disutradarai oleh Cord Jefferson, yang juga menulis naskahnya.

Film ini mengisahkan tentang Thelonious “Monk” Ellison, seorang penulis dan dosen kulit hitam yang frustrasi dengan popularitas novel Sintara Golden, yang mengandalkan stereotip masyarakat kulit hitam. Monk kemudian menulis novel satir yang mengejek klise-klise sastra yang diharapkan dari penulis kulit hitam, tetapi novelnya malah disangka sebagai karya serius dan dipuji oleh penerbit kulit putih.

Film ini mendapat banyak pujian dari kritikus dan penonton, dan berhasil memenangkan People’s Choice Award di Toronto International Film Festival 2023. Film ini juga masuk nominasi film terbaik Oscar 2024, bersaing dengan film-film lain seperti The Power of the Dog, Belfast, Dune, dan The Last Duel.

Film ini dibintangi oleh Jeffrey Wright, Tracee Ellis Ross, Issa Rae, Sterling K. Brown, John Ortiz, Erika Alexander, Leslie Uggams, Adam Brody, dan Keith David.

Latar Belakang Film

Film American Fiction diangkat dari novel Erasure yang ditulis oleh Percival Everett pada tahun 2001. Novel ini merupakan kritik pedas terhadap industri penerbitan yang cenderung mengabaikan karya-karya sastra yang berkualitas dan memilih karya-karya yang sesuai dengan ekspektasi pasar. Novel ini juga menyoroti masalah identitas rasial dan merit artistik yang sering dihadapi oleh penulis kulit hitam.

Cord Jefferson, yang sebelumnya dikenal sebagai penulis skenario untuk serial TV seperti Watchmen, The Good Place, dan Succession, tertarik untuk mengadaptasi novel ini menjadi film.

Ia mengatakan bahwa novel ini sangat relevan dengan kondisi saat ini, di mana banyak orang yang merasa terjebak dalam label dan kategori yang dibuat oleh masyarakat. Ia juga mengaku terinspirasi oleh film-film satire seperti Network, Being There, dan To Die For.

Jefferson berhasil mendapatkan dukungan dari MRC, T-Street, Almost Infinite, dan 3 Arts Entertainment untuk memproduksi film ini. Ia juga mendapat bantuan dari Jermaine Johnson, seorang agen sastra yang juga merupakan teman baiknya.

Johnson membantu Jefferson untuk mendapatkan hak adaptasi novel Erasure dari Everett, yang awalnya ragu-ragu untuk melepaskan novelnya. Johnson juga membantu Jefferson untuk memilih pemeran yang cocok untuk film ini.

Alur Cerita Film

Film ini mengikuti kehidupan Monk Ellison, seorang penulis dan dosen kulit hitam yang tinggal di Los Angeles. Novel-novel karyanya mendapat pujian dari akademisi, tetapi tidak laku di kalangan awam. Penerbit-penerbit menolak naskah terbarunya karena dianggap kurang “hitam” atau tidak mencerminkan budaya masyarakat Amerika keturunan Afrika.

Di sisi lain, novel karya Sintara Golden, yang berjudul We’s Lives in Da Ghetto, laris manis dan diapresiasi oleh banyak orang. Novel ini mengandung banyak stereotip tentang masyarakat kulit hitam, seperti kekerasan, narkoba, seks bebas, dan bahasa kasar.

Monk merasa kesal dengan fenomena ini, dan merasa bahwa karyanya tidak dihargai. Ia juga mengalami masalah pribadi, seperti cuti paksa dari universitasnya karena sikapnya yang kasar terhadap mahasiswa, kematian mendadak saudara perempuannya karena serangan jantung, dan penyakit Alzheimer yang diderita ibunya.

Ditambah lagi, ia harus menghadapi saudara laki-lakinya, Cliff, yang bercerai karena ketahuan berselingkuh dengan pria, dan kini hidup hedonis dengan mengonsumsi narkoba dan berhubungan seks dengan orang asing.

Dorongan oleh keadaan yang menyedihkan ini, Monk memutuskan untuk menulis novel satir yang mengejek novel-novel seperti karya Sintara. Ia menulis novel dengan judul My Pafology, yang bercerita tentang Van Go Jenkins, seorang ayah yang tidak bertanggung jawab, yang hidup di lingkungan ghetto, dan terlibat dalam berbagai kejahatan.

Novel ini ditulis dengan gaya yang sengaja dibuat buruk, dengan banyak kesalahan ejaan, tanda baca, dan tata bahasa. Monk mengirimkan novel ini ke beberapa penerbit dengan nama samaran Stagg R. Leigh, dengan harapan bahwa novel ini akan ditolak dan ia bisa membuktikan betapa bodohnya industri penerbitan.

Namun, rencana Monk berbalik 180 derajat. Novelnya malah diterima oleh salah satu penerbit besar, yang menganggap novel ini sebagai karya sastra yang brilian dan otentik. Monk pun terpaksa berpura-pura menjadi Stagg R. Leigh, dan harus menghadapi berbagai konsekuensi dari kebohongannya.

Ia harus berurusan dengan penerbitnya, Arthur, yang merupakan seorang Yahudi liberal yang mengklaim mengerti tentang masyarakat kulit hitam. Ia juga harus berhadapan dengan Sintara, yang ternyata adalah seorang wanita kulit putih yang berpakaian dan berbicara seperti orang kulit hitam.

Selain itu, ia harus menghadapi kritik dan ancaman dari berbagai pihak, yang merasa tersinggung atau terancam oleh novelnya.

Sementara itu, kehidupan pribadi Monk juga semakin rumit. Ia menjalin hubungan dengan Coraline, seorang pengacara yang tinggal di seberang rumahnya. Ia juga mencoba untuk memperbaiki hubungannya dengan Cliff, yang mulai sadar akan kesalahannya.

Ia juga berusaha untuk merawat ibunya, yang semakin lupa akan dirinya dan keluarganya. Di tengah-tengah semua ini, Monk harus mempertanyakan identitasnya sebagai penulis, sebagai orang kulit hitam, dan sebagai manusia.

Pesan dan Makna Film

Film American Fiction adalah film yang mengandung banyak pesan dan makna yang mendalam. Film ini menyoroti masalah-masalah yang berkaitan dengan ras, kelas, gender, dan seni. Film ini mengkritik cara pandang masyarakat yang cenderung mengkotak-kotakkan orang berdasarkan label dan kategori yang sempit.

Film ini juga menunjukkan betapa sulitnya bagi penulis kulit hitam untuk mendapatkan pengakuan dan apresiasi atas karya-karya mereka, yang sering diabaikan atau diremehkan oleh industri penerbitan yang didominasi oleh orang kulit putih.

Film ini juga mengeksplorasi konsep merit artistik, yaitu standar yang digunakan untuk menilai kualitas sebuah karya seni. Film ini menunjukkan bahwa merit artistik tidaklah objektif, tetapi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, politik, dan ekonomi.

Film ini menunjukkan bahwa karya seni yang dianggap baik oleh satu kelompok, bisa dianggap buruk oleh kelompok lain, dan sebaliknya. Film ini juga menunjukkan bahwa karya seni yang dianggap otentik, bisa saja palsu, dan sebaliknya.

Film ini juga mengajak penonton untuk merefleksikan diri mereka sendiri, dan bertanya tentang siapa mereka sebenarnya. Film ini menunjukkan bahwa identitas seseorang tidaklah statis, tetapi dinamis dan berubah-ubah sesuai dengan konteks dan situasi.

Film ini menunjukkan bahwa seseorang bisa memiliki banyak identitas, dan bisa memilih untuk menampilkan atau menyembunyikan identitas tertentu. Film ini juga menunjukkan bahwa seseorang bisa menjadi korban atau pelaku diskriminasi, tergantung dari sudut pandang yang digunakan.

Ulasan dan Tanggapan Film

Film American Fiction mendapat ulasan dan tanggapan yang sangat positif dari kritikus dan penonton. Film ini mendapat skor 94% di situs agregator ulasan Rotten Tomatoes, berdasarkan 212 ulasan, dengan rata-rata rating 8.4.

Film ini juga mendapat rating 8.1 di situs IMDb, berdasarkan 3.456 suara. Film ini dipuji karena ceritanya yang cerdas, aktingnya yang mengesankan, dan pesannya yang berdampak.

Kesimpulan

Film American Fiction adalah film yang layak ditonton oleh semua orang, terutama bagi mereka yang menyukai film-film satire dan komedi. Film ini menawarkan hiburan yang cerdas dan menggelitik, sekaligus menyampaikan pesan-pesan yang penting dan bermakna.

Film ini juga menampilkan akting yang luar biasa dari para pemerannya, terutama Jeffrey Wright yang berhasil memerankan dua karakter yang berbeda, yaitu Monk dan Stagg. Film ini juga memiliki sinematografi yang indah, musik yang menghanyutkan, dan penyuntingan yang apik.

Film American Fiction adalah film yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi dan memprovokasi. Film ini mengajak penonton untuk berpikir kritis tentang isu-isu yang berkaitan dengan ras, kelas, gender, dan seni.

Film ini juga mengajak penonton untuk merefleksikan diri mereka sendiri, dan bertanya tentang siapa mereka sebenarnya. Film ini adalah film yang berani dan brilian, yang pantas mendapatkan penghargaan dan pengakuan.