Kontroversi PP No. 28 Tahun 2024, Sebut Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Remaja

RediksiaSenin, 12 Agustus 2024 | 15:38 WIB
Kontroversi PP No. 28 Tahun 2024, Sebut Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Remaja
Kontroversi PP No. 28 Tahun 2024, Sebut Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Remaja

Diksia.com - Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 yang baru saja dirilis telah menimbulkan berbagai kontroversi di kalangan masyarakat. PP ini merupakan implementasi dari Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Salah satu pasal yang paling banyak menuai kritik adalah Pasal 103 ayat 1 dan 4, yang mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.

Isi Kontroversial dalam PP No. 28 Tahun 2024

Pasal 103 ayat 1 menyebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi bagi usia sekolah dan remaja mencakup pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.

Namun, yang menjadi sorotan adalah ayat 4 yang menyebutkan penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja.

Netty Prasetiyani, anggota Komisi IX DPR RI, mengkritik keras pasal ini. Menurutnya, penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja dapat menimbulkan anggapan bahwa pemerintah membolehkan hubungan seksual di luar pernikahan.

Netty menegaskan bahwa aturan ini perlu diperjelas agar tidak menimbulkan interpretasi yang salah di masyarakat.

Reaksi Masyarakat dan Pemerintah

Kontroversi ini juga mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia mendesak pemerintah untuk merevisi atau mencabut pasal kontroversial tersebut.

Mereka khawatir bahwa aturan ini dapat menyuburkan seks bebas di kalangan remaja.

Di sisi lain, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menjelaskan bahwa pelayanan kontrasepsi bukan untuk semua remaja, melainkan hanya untuk remaja yang sudah menikah tetapi menunda kehamilan.

Hal ini menunjukkan bahwa masih ada ketidakjelasan dalam implementasi aturan tersebut.

Kontroversi PP No. 28 Tahun 2024 menunjukkan pentingnya komunikasi yang jelas dan transparan dari pemerintah dalam merumuskan kebijakan.

Edukasi mengenai kesehatan reproduksi memang penting, namun harus dilakukan dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama dan budaya yang dianut oleh masyarakat Indonesia.