Diksia.com - Keuangan syariah adalah salah satu sistem manajemen keuangan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip hukum Islam. Sistem ini semakin diminati oleh masyarakat Indonesia, khususnya umat Muslim, karena dianggap lebih adil, berkah, dan sesuai dengan ajaran agama. Namun, apa sebenarnya keuangan syariah itu? Mengapa sistem ini penting dan bagaimana cara menerapkannya?
Artikel ini akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan memberikan penjelasan mengenai pengertian, tujuan, konsep, produk, dan lembaga keuangan syariah. Kita juga akan membandingkan keuangan syariah dengan keuangan konvensional untuk mengetahui perbedaan dan keunggulannya.
Pengertian Keuangan Syariah
Keuangan syariah adalah sistem manajemen keuangan yang menggunakan prinsip dan dasar hukum Islam sebagai pedomannya. Prinsip dan dasar hukum Islam tidak hanya diaplikasikan pada sistem, tetapi juga berlaku pada lembaga penyelenggara keuangan, termasuk produk-produk yang ditawarkannya. Sebagai sebuah sistem manajemen keuangan, tujuannya adalah mengalihkan dana nasabah yang tersimpan di lembaga penyelenggara keuangan kepada pengguna dana. Secara prinsip keuangan, hal ini tidak berbeda jauh dengan manajemen keuangan konvensional. Namun, tentu saja dalam beberapa hal, keuangan berbasis syariat berbeda dengan konvensional.
Tujuan Keuangan Syariah
Keuangan syariah memiliki tujuan utama untuk mengelola dan memelihara harta atau kekayaan yang dimiliki para Muslim. Tujuannya agar sesuai dengan tata cara agama Islam sehingga harta yang dimilikinya bisa berkah dan tidak malah menimbulkan dosa. Menurut ajaran agama Islam, setiap harta (sekecil apapun) yang dimiliki manusia merupakan titipan dari Allah. Karena dititipkan, maka suatu saat harta tersebut akan diminta pertanggungjawabannya (digunakan, diberikan kepada siapa, bagaimana mengelolanya, disimpan dimana, dan lainnya). Jika uang tersebut sudah dikelola dengan cara yang benar menurut Islam, maka kemaslahatan umat Islam bisa tercapai. Tujuan lain dari dibentuknya lembaga-lembaga keuangan syariah ini adalah agar bermanfaat bagi banyak orang.
Konsep dan Penerapan Keuangan Syariah
Adapun konsep dan penerapan dari sistem keuangan menurut prinsip-prinsip agama Islam adalah:
Tidak Boleh Mengandung Riba
Riba diartikan sebagai “kelebihan” yang biasanya baru diketahui satu pihak setelah berlalunya waktu peminjaman. Riba sangat dilarang dalam Islam karena dianggap sebagai bentuk penindasan dan ketidakadilan. Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 275-278:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah akan memusnahkan riba dan akan menambahkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”
Dalam keuangan syariah, tidak ada bunga yang dibebankan atau diperoleh dari transaksi keuangan. Sebagai gantinya, ada prinsip bagi hasil (sharing) antara bank dengan nasabah. Prinsip ini berarti bahwa bank dan nasabah akan saling berbagi keuntungan atau kerugian dari proyek atau usaha yang dibiayai oleh bank. Prinsip ini juga mencerminkan adanya keterlibatan dan tanggung jawab bersama antara bank dan nasabah.
Tidak Boleh Mengandung Gharar
Gharar adalah segala sesuatu yang bersifat tidak jelas atau tidak pasti. Gharar juga bisa dimaknai sebagai pertaruhan. Hal ini mencakup seluruh transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam jangkauan. Misalnya, jual beli ikan yang masih diternakkan dalam air dan belum terlihat hasilnya. Gharar dilarang dalam Islam karena dapat menimbulkan perselisihan, penipuan, dan kerugian bagi salah satu pihak. Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW melarang jual beli gharar.” (HR. Muslim)
Dalam keuangan syariah, semua transaksi keuangan harus jelas dan transparan. Tidak boleh ada unsur ketidakpastian, spekulasi, atau manipulasi yang merugikan pihak lain. Semua informasi yang berkaitan dengan transaksi harus diketahui dan disepakati oleh kedua belah pihak. Selain itu, objek transaksi harus ada, nyata, dan dapat diserahkan.
Tidak Boleh Mengandung Maisir
Maisir adalah memperoleh sesuatu dengan mudah tanpa bekerja keras atau judi. Hal ini diatur dalam surat Al Maidah ayat 90 tentang “Meninggalkan segala bentuk usaha yang spekulatif atau perjudian”. Maisir dilarang dalam Islam karena dapat merusak moral, menghambur-hamburkan harta, dan menimbulkan permusuhan. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Dalam keuangan syariah, tidak boleh ada transaksi keuangan yang bersifat untung-untungan atau berdasarkan keberuntungan. Semua transaksi keuangan harus didasarkan pada usaha yang nyata, produktif, dan bermanfaat. Tidak boleh ada transaksi keuangan yang mengandung unsur judi, seperti lotre, saham, derivatif, dan sejenisnya.
Tidak Boleh Mengandung Maysir
Maysir adalah segala bentuk spekulasi atau aktivitas yang mengharapkan keuntungan besar dengan resiko tinggi tanpa usaha yang nyata. Hal ini diatur dalam surat Al Maidah ayat 90 tentang “Meninggalkan segala bentuk usaha yang spekulatif atau perjudian”. Maysir dilarang dalam Islam karena dapat merusak moral, menghambur-hamburkan harta, dan menimbulkan permusuhan. Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Dalam keuangan syariah, tidak boleh ada transaksi keuangan yang bersifat untung-untungan atau berdasarkan keberuntungan. Semua transaksi keuangan harus didasarkan pada usaha yang nyata, produktif, dan bermanfaat. Tidak boleh ada transaksi keuangan yang mengandung unsur judi, seperti lotre, saham, derivatif, dan sejenisnya.
Produk dan Lembaga Keuangan Syariah
Produk keuangan syariah adalah produk-produk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Produk-produk ini meliputi:
Simpanan
Simpanan adalah produk keuangan syariah yang memberikan fasilitas penyimpanan dana kepada nasabah. Simpanan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
- Wadiah: Simpanan yang berdasarkan prinsip titipan. Nasabah menitipkan dananya kepada bank tanpa mengharapkan imbalan apapun. Bank berhak menggunakan dana tersebut untuk kepentingan usaha, tetapi harus menjamin keselamatan dan ketersediaan dana tersebut. Bank juga boleh memberikan bonus atau hadiah kepada nasabah atas keikutsertaannya dalam usaha bank.
- Mudharabah: Simpanan yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Nasabah menyerahkan dananya kepada bank sebagai pemilik modal (shahibul maal), sedangkan bank bertindak sebagai pengelola usaha (mudharib). Keuntungan yang diperoleh dari usaha dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
- Musyarakah: Simpanan yang berdasarkan prinsip kerjasama. Nasabah dan bank sama-sama menyertakan modal dan berpartisipasi dalam pengelolaan usaha. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan proporsi modal yang disetorkan.
Pembiayaan
Pembiayaan adalah produk keuangan syariah yang memberikan fasilitas pendanaan kepada nasabah. Pembiayaan dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Pembiayaan Produktif
Pembiayaan yang diberikan untuk mendukung kegiatan usaha atau produksi nasabah. Pembiayaan produktif meliputi:
- Murabahah: Pembiayaan yang berdasarkan prinsip jual beli dengan keuntungan yang disepakati. Bank membeli barang yang diinginkan nasabah dari pihak ketiga, kemudian menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga yang sudah ditambah dengan margin keuntungan. Nasabah membayar harga tersebut secara tunai atau angsuran.
- Ijarah: Pembiayaan yang berdasarkan prinsip sewa-menyewa. Bank menyewakan barang atau aset yang dimiliki atau dibeli dari pihak ketiga kepada nasabah dengan harga yang sudah ditentukan. Nasabah membayar harga tersebut secara berkala selama periode sewa. Bank tetap memiliki hak kepemilikan atas barang atau aset tersebut.
- Salam: Pembiayaan yang berdasarkan prinsip jual beli dengan pembayaran dimuka dan penyerahan barang kemudian. Bank membayar harga barang yang diinginkan nasabah secara tunai, kemudian nasabah menyerahkan barang tersebut pada waktu yang disepakati. Barang yang diperjualbelikan harus memiliki sifat yang sama dan dapat ditentukan jumlah, ukuran, dan kualitasnya.
- Istishna: Pembiayaan yang berdasarkan prinsip jual beli dengan pembayaran dan penyerahan barang kemudian. Bank memesan barang yang diinginkan nasabah kepada pihak ketiga, kemudian membayar harga barang tersebut secara bertahap atau sekaligus. Nasabah menerima barang tersebut pada waktu yang disepakati. Barang yang diperjualbelikan harus berupa barang yang dibuat atau diproduksi sesuai dengan spesifikasi tertentu.
- Mudharabah: Pembiayaan yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Bank memberikan dana kepada nasabah sebagai pemilik modal (shahibul maal), sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola usaha (mudharib). Keuntungan yang diperoleh dari usaha dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
- Musyarakah: Pembiayaan yang berdasarkan prinsip kerjasama. Bank dan nasabah sama-sama menyertakan modal dan berpartisipasi dalam pengelolaan usaha. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan proporsi modal yang disetorkan.
Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nasabah. Pembiayaan konsumtif meliputi:
- Murabahah: Pembiayaan yang berdasarkan prinsip jual beli dengan keuntungan yang disepakati. Bank membeli barang yang diinginkan nasabah dari pihak ketiga, kemudian menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga yang sudah ditambah dengan margin keuntungan. Nasabah membayar harga tersebut secara tunai atau angsuran.
- Ijarah: Pembiayaan yang berdasarkan prinsip sewa-menyewa. Bank menyewakan barang atau aset yang dimiliki atau dibeli dari pihak ketiga kepada nasabah dengan harga yang sudah ditentukan. Nasabah membayar harga tersebut secara berkala selama periode sewa. Bank tetap memiliki hak kepemilikan atas barang atau aset tersebut.
- Ijarah Muntahia Bittamlik: Pembiayaan yang berdasarkan prinsip sewa-menyewa dengan opsi kepemilikan. Bank menyewakan barang atau aset yang dimiliki atau dibeli dari pihak ketiga kepada nasabah dengan harga yang sudah ditentukan. Nasabah membayar harga tersebut secara berkala selama periode sewa. Nasabah memiliki hak untuk membeli barang atau aset tersebut pada akhir periode sewa dengan harga yang sudah disepakati.
Investasi
Investasi adalah produk keuangan syariah yang memberikan fasilitas penanaman modal kepada nasabah. Investasi meliputi:
- Sukuk: Sukuk adalah surat berharga syariah yang mewakili kepemilikan atas aset atau proyek tertentu. Sukuk memberikan hak kepada pemegangnya untuk mendapatkan bagi hasil atau sewa dari aset atau proyek tersebut. Sukuk juga dapat diperdagangkan di pasar sekunder sesuai dengan ketentuan syariah.
- Reksa Dana Syariah: Reksa Dana Syariah adalah kumpulan dana yang dikelola oleh manajer investasi syariah untuk diinvestasikan dalam portofolio efek syariah. Reksa Dana Syariah memberikan hak kepada pemegangnya untuk mendapatkan bagi hasil dari portofolio efek syariah tersebut. Reksa Dana Syariah juga dapat diperdagangkan di pasar sekunder sesuai dengan ketentuan syariah.
- Saham Syariah: Saham Syariah adalah surat berharga yang mewakili kepemilikan atas perusahaan syariah. Saham Syariah memberikan hak kepada pemegangnya untuk mendapatkan dividen dari laba perusahaan syariah tersebut. Saham Syariah juga dapat diperdagangkan di pasar sekunder sesuai dengan ketentuan syariah.
Lembaga keuangan syariah
Lembaga keuangan syariah adalah lembaga-lembaga yang menyelenggarakan kegiatan usaha keuangan berdasarkan prinsip syariah. Lembaga keuangan syariah meliputi:
Bank Syariah
Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Bank Syariah dapat berbentuk bank umum syariah, bank pembangunan syariah, atau unit usaha syariah. Bank Syariah diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
BMT adalah lembaga keuangan mikro syariah yang menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. BMT juga berfungsi sebagai lembaga sosial yang menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, shadaqah, dan wakaf. BMT diawasi oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) dan DSN-MUI.
Asuransi Syariah
Asuransi Syariah adalah asuransi yang menjalankan kegiatan usaha asuransi berdasarkan prinsip syariah. Asuransi Syariah dapat berbentuk asuransi jiwa syariah, asuransi kesehatan syariah, asuransi kerugian syariah, atau asuransi reasuransi syariah. Asuransi Syariah diawasi oleh OJK dan DSN-MUI.