Diksia.com - Dalam dunia properti yang semakin dinamis, transaksi jual beli tanah menjadi salah satu aktivitas ekonomi yang paling sering dilakukan. Namun, di balik potensi keuntungan, ada kewajiban pajak yang harus dipahami agar proses berjalan mulus.
Pada tahun 2025 ini, aturan pajak jual beli tanah di Indonesia tetap mengacu pada ketentuan Direktorat Jenderal Pajak dan pemerintah daerah, dengan tarif yang stabil untuk menjaga kestabilan sektor properti.
Kita akan bahas secara rinci jenis pajak utama, mekanisme, serta cara perhitungannya, supaya kamu bisa merencanakan transaksi dengan lebih percaya diri.
Jenis Pajak yang Terlibat dalam Jual Beli Tanah
Pada umumnya, transaksi jual beli tanah melibatkan dua jenis pajak utama: Pajak Penghasilan (PPh) yang dibebankan pada penjual, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang ditanggung pembeli.
Selain itu, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga bisa muncul sebagai pajak berkala yang perlu diselesaikan sebelum atau selama proses balik nama sertifikat.
PPh bertujuan untuk mengenakan pajak atas keuntungan dari pengalihan hak atas tanah, sementara BPHTB dikenakan atas perolehan hak baru. Kedua pajak ini bersifat final, artinya tidak bisa dikreditkan terhadap pajak tahunan lainnya.
Penting bagi kita untuk memahami bahwa besaran pajak bisa berbeda tergantung lokasi tanah, karena Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditentukan oleh pemerintah daerah.
Cara Menghitung PPh untuk Penjual Tanah
Sebagai penjual, kamu wajib membayar PPh atas pengalihan hak atas tanah. Tarifnya dibagi menjadi tiga kategori utama berdasarkan status wajib pajak dan nilai transaksi, yakni 2,5 persen, 1 persen, atau 0 persen dari nilai bruto pengalihan.
Berikut rinciannya:
- Tarif 2,5 persen: Berlaku untuk wajib pajak orang pribadi atau badan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dengan nilai transaksi di atas Rp60 juta. Rumus sederhananya adalah: PPh = 2,5 persen x Nilai Jual Bruto. Misalnya, jika tanah terjual seharga Rp500 juta, maka PPh yang harus dibayar adalah Rp12,5 juta.
- Tarif 1 persen: Dikenakan jika penjual adalah wajib pajak badan atau orang pribadi yang menjalankan usaha di bidang properti, setelah dikurangi biaya perolehan dan penyusutan.
- Tarif 0 persen: Berlaku untuk transaksi di bawah Rp60 juta atau jika penjual adalah wajib pajak orang pribadi tanpa NPWP, tapi dengan penyesuaian tertentu.
Untuk kasus orang pribadi yang bukan pelaku usaha, perhitungan lebih detail: Kurangi nilai jual dengan NPOPTKP terlebih dahulu, lalu kalikan 5 persen. NPOPTKP biasanya Rp50 juta hingga Rp100 juta tergantung daerah.
Contoh: Tanah dijual Rp300 juta, NPOPTKP Rp60 juta, maka dasar pengenaan Rp240 juta, dan PPh = 5 persen x Rp240 juta = Rp12 juta.
Pembayaran PPh dilakukan melalui pemotongan oleh notaris atau pejabat Pembuat Akta Jual Beli (PPAT), dan bukti potongnya menjadi syarat wajib untuk proses selanjutnya.
Cara Menghitung BPHTB untuk Pembeli Tanah
Bagi pembeli, BPHTB menjadi beban utama dengan tarif tetap 5 persen. Pajak ini dihitung dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi NPOPTKP.
NPOP biasanya diambil dari nilai tertinggi antara harga transaksi atau Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan pemerintah daerah.
Rumus dasarnya: BPHTB = 5 persen x (NPOP – NPOPTKP).
NPOPTKP bervariasi antar daerah; misalnya, di DKI Jakarta untuk tanah kosong sekitar Rp60 juta, sementara di daerah lain bisa mencapai Rp80 juta atau lebih.
Contoh perhitungan: Kamu membeli tanah senilai Rp400 juta di Jakarta, dengan NPOPTKP Rp60 juta. Maka, dasar pengenaan Rp340 juta, dan BPHTB = 5 persen x Rp340 juta = Rp17 juta.
Pengurusan BPHTB dilakukan di kantor pelayanan pajak daerah, dan pembayaran harus selesai sebelum akta jual beli ditandatangani. Jika melewati batas waktu, denda 2 persen per bulan bisa dikenakan.
Contoh Kasus Lengkap Transaksi Jual Beli Tanah
Bayangkan kita sedang menyaksikan transaksi tanah seluas 500 meter persegi di pinggiran Jakarta, dengan harga jual Rp800 juta. Penjual adalah individu dengan NPWP, sehingga PPh 2,5 persen dari Rp800 juta = Rp20 juta.
Pembeli, sebagai orang pribadi, menghadapi BPHTB: NPOP Rp800 juta minus NPOPTKP Rp60 juta = Rp740 juta, lalu 5 persen x Rp740 juta = Rp37 juta. Total pajak keseluruhan mencapai Rp57 juta, belum termasuk biaya notaris sekitar 1 persen dari nilai transaksi.
Dalam kasus ini, kedua pihak bisa bernegosiasi siapa yang menanggung pajak mana, meski secara default PPh ditanggung penjual dan BPHTB pembeli.
Tips Praktis untuk Transaksi yang Efisien
Agar menghindari kejutan, kita sarankan untuk memeriksa NJOP terbaru di situs Badan Pertanahan Nasional atau kantor pajak daerah sebelum deal. Gunakan jasa PPAT terpercaya untuk pemotongan pajak otomatis, dan simpan semua bukti pembayaran sebagai arsip.
Jika transaksi melibatkan tanah warisan atau hibah, ada pengecualian pajak yang bisa dimanfaatkan, asal memenuhi syarat administratif.
Pada akhirnya, memahami perhitungan pajak jual beli tanah bukan hanya soal kewajiban, tapi juga strategi untuk mengoptimalkan investasi properti.
Dengan persiapan matang, transaksi kamu bisa berjalan lancar dan menguntungkan di tengah iklim ekonomi 2025 yang penuh peluang. Jika ragu, konsultasikan dengan konsultan pajak untuk penyesuaian spesifik.