Perkawinan Lain dan Kontribusi Lainnya
Selain Nyai Ageng Manila, Sunan Ampel juga menikahi Dewi Karimah, putri Ki Wiryosarojo atau Ki Ageng Supa Bungkul, seorang ulama besar di Jawa. Dari pernikahan ini, lahir putri-putri seperti Dewi Murtasiyah dan Dewi Murtasimah, yang turut memperkuat jaringan dakwah melalui perkawinan dengan tokoh-tokoh penting.
Menariknya, cerita unik muncul tentang pernikahan dengan Dewi Karimah. Awalnya, ayah Dewi Karimah menyebut putrinya sebagai gadis tuli, bisu, dan lumpuh. Namun, ini hanyalah kiasan untuk menggambarkan kesalehan Dewi Karimah, yang tidak mendengar, berbicara, atau melangkah ke arah maksiat.
Sunan Ampel juga berperan besar dalam pendirian Masjid Agung Demak pada tahun 1479, yang menjadi simbol kejayaan Islam di Jawa. Ia menunjuk Raden Patah sebagai Sultan Demak pertama pada tahun 1475, menandai lahirnya kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.
Hingga wafatnya pada tahun 1481 di Surabaya, Sunan Ampel meninggalkan warisan dakwah yang kokoh, baik melalui pesantren, masjid, maupun jaringan keluarga Muslim.
Warisan Sunan Ampel
Kisah Sunan Ampel menikah dengan putri adipati Tuban tidak hanya tentang cinta, tetapi juga tentang kebijaksanaan dalam menyebarkan Islam.
Dengan menjalin hubungan kekerabatan dengan penguasa lokal, ia membuka jalan bagi Islam untuk diterima secara damai di tengah masyarakat Jawa yang masih kuat memegang tradisi Hindu-Buddha.
Pesantren Ampel Denta dan Masjid Sunan Ampel di Surabaya tetap menjadi saksi bisu perjuangannya hingga kini.
Bagi kamu yang ingin menelusuri lebih jauh, mengunjungi makam dan masjid Sunan Ampel di Surabaya bisa menjadi pengalaman spiritual yang mendalam. Warisannya terus hidup, menginspirasi kita untuk memahami pentingnya kebijaksanaan dan keterhubungan dalam menyebarkan nilai-nilai kebaikan.
