Diksia.com - Kerajaan Sriwijaya, sebuah nama yang mencerminkan kejayaan gemilang, menjadi salah satu babak penting dalam sejarah Nusantara. Berpusat di Palembang, Sumatera Selatan, kerajaan ini dikenal sebagai kekuatan maritim terbesar pada masanya. Dengan menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka, Sriwijaya tidak hanya menjadi pusat ekonomi, tetapi juga penyebar agama Buddha dan budaya di Asia Tenggara. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi sejarah, masa kejayaan, peninggalan, hingga faktor-faktor yang menyebabkan keruntuhan kerajaan ini. Yuk, simak perjalanan menarik Kerajaan Sriwijaya!
Awal Berdiri Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya diperkirakan berdiri pada abad ke-7, tepatnya sekitar tahun 682 Masehi. Pendirinya, Dapunta Hyang Sri Jayanasa, memulai langkah besar dengan membangun kota di Palembang, yang menjadi pusat pemerintahan kerajaan. Berdasarkan catatan sejarah, ibu kota Sriwijaya terletak di muara Sungai Musi, sebuah lokasi strategis yang memungkinkan kerajaan ini mengendalikan perdagangan maritim di wilayah Asia Tenggara. Nama Sriwijaya sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, di mana Sri berarti cahaya atau gemilang, dan Wijaya berarti kemenangan, sehingga menggambarkan kemenangan yang gilang-gemilang.
Seorang biksu Tiongkok bernama I-Tsing menjadi saksi penting keberadaan Sriwijaya. Pada tahun 671, ia mengunjungi kerajaan ini selama enam bulan dan mencatat bahwa Sriwijaya adalah pusat pembelajaran agama Buddha yang sangat maju. Ia bahkan menyarankan para biksu dari Tiongkok untuk singgah di Sriwijaya sebelum melanjutkan perjalanan ke Nalanda, India, untuk mempelajari agama Buddha dan bahasa Sansekerta.
Masa Kejayaan Sriwijaya
Masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya terjadi pada abad ke-8 hingga ke-9, terutama di bawah kepemimpinan Raja Balaputradewa. Pada periode ini, Sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan utama di Selat Malaka, Laut Cina Selatan, hingga wilayah seperti Thailand Selatan, Kamboja, Semenanjung Malaya, dan sebagian Jawa. Keberhasilan ini didukung oleh armada laut yang kuat, yang tidak hanya melindungi kapal dagang dari ancaman perompak, tetapi juga mengumpulkan pajak perdagangan.
Selain kekuatan maritim, Sriwijaya juga dikenal sebagai pusat pendidikan Buddha Vajrayana. Banyak peziarah dan sarjana dari berbagai negara, termasuk Tiongkok dan India, datang untuk belajar agama dan budaya. Salah satu pendeta terkenal, Sakyakirti, diketahui mengajar hingga 1.000 biksu di Sriwijaya, menjadikan kerajaan ini sebagai pusat intelektual yang disegani.
Ekonomi Sriwijaya juga berkembang pesat berkat perdagangan barang seperti rempah-rempah, kayu cendana, kapur barus, dan emas. Kerajaan ini menjalin hubungan diplomatik dengan Dinasti Tang di Tiongkok dan kerajaan-kerajaan di India, yang memperkuat posisinya sebagai pusat perdagangan internasional. Bukti kejayaan ini dapat dilihat dari catatan pedagang Arab seperti Abu Zaid Hasan, yang menyebutkan bahwa Sriwijaya memiliki tanah subur dan pengaruh yang luas hingga ke lautan.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya meninggalkan banyak jejak sejarah yang menjadi bukti kebesarannya. Berikut adalah beberapa peninggalan penting yang masih dapat kita pelajari hingga kini:
1. Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti ini ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang, dan bertarikh 16 Juni 682 Masehi. Ditulis dalam huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno, prasasti ini menceritakan perjalanan Dapunta Hyang Sri Jayanasa yang membawa 20.000 pasukan untuk menaklukkan wilayah-wilayah sekitar dan mendirikan kota Sriwijaya. Prasasti ini menjadi bukti tertua keberadaan kerajaan.
2. Prasasti Talang Tuo
Ditemukan di daerah Talang Tuo, sebelah barat Palembang, prasasti ini berisi tentang pembuatan taman Sriksetra oleh Dapunta Hyang untuk kemakmuran semua makhluk. Tulisan dalam huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno ini juga menunjukkan pengaruh agama Buddha Mahayana di Sriwijaya.
3. Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini ditemukan di Kolam Telaga Biru, Palembang, dan berisi kutukan bagi mereka yang tidak taat pada perintah raja. Meskipun tidak mencantumkan tahun, prasasti ini memberikan gambaran tentang sistem pemerintahan dan hukum di Sriwijaya.
4. Prasasti Kota Kapur
Ditemukan di Pulau Bangka pada tahun 686 Masehi, prasasti ini berisi permintaan kepada para dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya dan menghukum mereka yang berbuat jahat. Prasasti ini juga menegaskan kekuasaan Sriwijaya di wilayah Bangka.
5. Candi Muara Takus
Terletak di Kampar, Riau, candi ini merupakan peninggalan Buddha dengan susunan stupa yang khas. Candi Muara Takus menjadi bukti pengaruh agama Buddha dan arsitektur Sriwijaya di luar Palembang.
6. Bukit Siguntang
Bukit ini, yang terletak di Palembang, dipercaya sebagai salah satu petilasan Kerajaan Sriwijaya. Bukit Siguntang sering dikunjungi wisatawan sebagai destinasi wisata budaya yang menyimpan jejak sejarah kerajaan.
Selain peninggalan fisik, Sriwijaya juga meninggalkan warisan budaya seperti pakaian adat Aesan Gede, yang digunakan dalam pernikahan di Palembang, serta tarian dan lagu Gending Sriwijaya, yang masih dilestarikan hingga kini.
Faktor Kemajuan Kerajaan Sriwijaya
Ada beberapa faktor yang membuat Sriwijaya mencapai puncak kejayaannya. Pertama, letak geografis yang strategis di muara Sungai Musi memungkinkan Sriwijaya mengendalikan jalur perdagangan internasional. Kedua, armada laut yang kuat menjamin keamanan pelayaran dan mencegah serangan perompak. Ketiga, hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan besar seperti Tiongkok dan India memperkuat posisi Sriwijaya di panggung internasional. Keempat, kemajuan dalam bidang agama dan pendidikan, terutama agama Buddha, menarik banyak sarjana dan peziarah, yang turut menyebarkan pengaruh budaya Sriwijaya.
Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya
Meskipun pernah berjaya, Kerajaan Sriwijaya mulai melemah pada abad ke-11. Salah satu pukulan besar datang dari serangan Dinasti Chola dari India Selatan pada tahun 1017 dan 1025. Rajendra Chola I berhasil menaklukkan beberapa wilayah koloni Sriwijaya, termasuk Nikobar, dan bahkan menawan raja Sriwijaya saat itu, Sangrama-Vijayottunggawarman. Serangan ini melemahkan hegemoni Sriwijaya atas wilayah-wilayah bawahannya.
Selain serangan eksternal, persaingan dengan Kerajaan Medang di Jawa Timur juga menjadi ancaman. Pada tahun 990-an, Medang menyerang Sriwijaya, yang menyebabkan ketidakstabilan di wilayah tersebut. Faktor internal seperti melemahnya kekuasaan pusat dan konflik dengan kerajaan-kerajaan bawahan, seperti Malayu-Jambi, juga turut mempercepat keruntuhan. Pada abad ke-13, Sriwijaya kehilangan dominasinya, dan pusat kekuasaan bergeser ke kerajaan lain seperti Malayu Dharmasraya.
Warisan Sriwijaya di Era Modern
Hingga kini, Kerajaan Sriwijaya tetap menjadi sumber kebanggaan, terutama bagi masyarakat Palembang dan Sumatera Selatan. Nama Sriwijaya digunakan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti Universitas Sriwijaya, Sriwijaya Air, hingga Stadion Gelora Sriwijaya. Pada tahun 2025, akademisi dari Universitas Bina Darma Palembang memperkenalkan peradaban Sriwijaya melalui teknologi Virtual Reality Immersive di Universiti Kebangsaan Malaysia, menunjukkan bahwa warisan Sriwijaya terus relevan di era digital.
Bukit Siguntang dan Candi Muara Takus juga menjadi destinasi wisata budaya yang menarik wisatawan dari dalam dan luar negeri. Sementara itu, penemuan artefak seperti perahu kuno di Sungai Musi dan mortir peluru di Palembang terus mengundang rasa ingin tahu tentang kekayaan sejarah Sriwijaya.
Kesimpulan
Kerajaan Sriwijaya adalah bukti nyata kehebatan peradaban maritim Nusantara. Dari kejayaan perdagangannya hingga pengaruh budaya dan agamanya, Sriwijaya telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan. Peninggalan seperti prasasti dan candi menjadi saksi bisu kebesaran kerajaan ini, sementara warisan budayanya terus hidup dalam kehidupan masyarakat modern. Mari kita lestarikan dan kenali lebih dalam sejarah Sriwijaya sebagai bagian dari identitas bangsa. Kamu tertarik untuk mengunjungi situs-situs peninggalan Sriwijaya? Yuk, jelajahi kekayaan sejarah Nusantara!