Diksia.com - Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu kerajaan paling berpengaruh dalam sejarah Nusantara, yang berdiri pada abad ke-8 hingga awal abad ke-11. Kerajaan ini, juga dikenal sebagai Kerajaan Medang, memainkan peran penting dalam perkembangan peradaban Hindu-Buddha di Pulau Jawa.
Dengan pusat kekuasaan awal di Jawa Tengah, kerajaan Mataram Kuno berhasil membangun sistem pemerintahan yang kuat, ekonomi agraris yang maju, dan seni arsitektur yang megah. Hingga kini, peninggalan kerajaan ini terus menjadi objek penelitian dan wisata, dengan penemuan-penemuan baru yang terus mengungkap misteri masa lalu.
Asal-Usul Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno didirikan sekitar tahun 732 M oleh Raja Sanjaya, seorang pemimpin yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Sanjaya. Berdasarkan catatan sejarah, Sanjaya mendirikan kerajaan ini di wilayah Mataram, yang kini berada di sekitar Yogyakarta dan Jawa Tengah bagian selatan.
Asal-usul kerajaan ini terkait dengan keruntuhan kerajaan sebelumnya, seperti Kerajaan Kalingga, di mana Sanjaya diyakini sebagai keturunan atau penerus dari Raja Sanna. Nama Mataram sendiri berasal dari tanah subur yang dikenal dengan pohon medang, simbol kemakmuran agraris.
Pada awalnya, kerajaan Mataram Kuno berfokus pada pertanian sawah basah, yang menjadi pondasi ekonomi. Wilayahnya yang subur, didukung oleh sungai-sungai seperti Bengawan Solo, memungkinkan perkembangan masyarakat yang stabil.
Kerajaan ini juga memiliki pengaruh talasokrasi, artinya kekuatan maritim, meskipun lebih dikenal sebagai kerajaan agraris. Hubungan dengan kerajaan lain, seperti Sriwijaya di Sumatera, awalnya harmonis namun kemudian berubah menjadi persaingan.
Raja-Raja yang Memimpin Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno dipimpin oleh tiga dinasti utama: Dinasti Sanjaya (Hindu), Dinasti Syailendra (Buddha), dan Dinasti Isyana. Raja pertama, Sanjaya, memerintah hingga sekitar tahun 746 M dan dikenal melalui Prasasti Canggal, yang mencatat pembangunan lingga Siwa di Kunjarakunja. Setelah Sanjaya, Rakai Panangkaran naik tahta dan mulai memeluk agama Buddha Mahayana, yang menandai pengaruh Dinasti Syailendra.
Raja-raja terkenal lainnya termasuk Rakai Pikatan (847-855 M), yang membangun Candi Prambanan sebagai simbol kemenangan atas pengaruh Buddha. Dyah Balitung (898-910 M) membawa kerajaan ke masa kejayaan dengan ekspansi wilayah hingga ke Bali.
Kemudian, Mpu Sindok (929-947 M) memindahkan pusat kerajaan ke Jawa Timur karena bencana alam, seperti letusan Gunung Merapi, yang dikenal sebagai Pralaya Mataram. Raja terakhir, Dharmawangsa Teguh (990-1016 M), memerintah hingga kerajaan runtuh akibat serangan dari Wurawari dan Sriwijaya.
Para raja ini tidak hanya memimpin secara militer, tapi juga mendukung seni, sastra, dan agama. Mereka membangun sistem administrasi yang terstruktur, dengan desa sebagai unit terkecil yang disebut wanua.
Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno
Masa kejayaan kerajaan Mataram Kuno terjadi pada abad ke-8 hingga ke-9, di mana pembangunan candi-candi megah menjadi bukti kemajuan peradaban. Ekonomi kerajaan bergantung pada pertanian padi, perdagangan rempah-rempah, dan hubungan internasional dengan Cina, India, dan Kamboja. Kerajaan ini juga melakukan ekspedisi militer, seperti serangan ke Champa pada tahun 774 dan 787 M.
Pada periode ini, kerajaan Mataram Kuno mencapai pengaruh luas hingga Filipina, dengan bukti seperti Prasasti Keping Tembaga Laguna tahun 900 M. Keharmonisan antara Hindu dan Buddha terlihat dalam pernikahan antara Rakai Pikatan (Hindu) dan Pramodhawardhani (Buddha), yang menghasilkan pembangunan candi bersama.
Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno
Peninggalan kerajaan Mataram Kuno sangat kaya dan menjadi warisan budaya dunia. Candi Borobudur, dibangun pada masa Dinasti Syailendra sekitar abad ke-9, adalah candi Buddha terbesar di dunia dengan relief yang menceritakan kehidupan Buddha. Candi Prambanan, simbol Hindu, dibangun oleh Rakai Pikatan dan menjadi kompleks candi terbesar di Indonesia.
Peninggalan lain termasuk Candi Sewu, Mendut, Pawon, dan Kalasan. Prasasti seperti Canggal, Kalasan, dan Mantyasih memberikan informasi tentang raja-raja dan administrasi. Sastra Jawa Kuno, seperti terjemahan Mahabharata pada masa Dharmawangsa, juga menjadi warisan penting. Sistem pertanian kuno, seperti irigasi di sekitar Klaten, masih terlihat hingga kini.
Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan Mataram Kuno runtuh pada tahun 1016 M akibat serangan mendadak dari Haji Wurawari, yang didukung oleh Sriwijaya, selama pesta pernikahan putri Dharmawangsa. Ibu kota Wwatan hancur, dan Dharmawangsa tewas. Penyintas seperti Airlangga kemudian mendirikan Kerajaan Kahuripan sebagai kelanjutan.
Faktor keruntuhan termasuk konflik internal, bencana alam, dan persaingan dengan kerajaan lain. Namun, warisan kerajaan ini terus hidup melalui kerajaan-kerajaan penerus seperti Kediri dan Singasari.
Penemuan Terkini tentang Kerajaan Mataram Kuno
Penelitian terkini terus mengungkap rahasia kerajaan Mataram Kuno. Pada April 2025, Gua Sentono di Yogyakarta ditemukan sebagai situs Hindu kuno dengan tiga ceruk unik, diperkirakan dari abad ke-9. Di Wonoboyo, Klaten, harta karun seperti bokor berukir Ramayana ditemukan, berasal dari era kejayaan kerajaan.
Artefak pertanian kuno di Mranggen, Klaten, ditemukan pada 2024, menunjukkan sistem irigasi maju. Situs Liyangan di Temanggung, yang akan menjadi cagar budaya nasional sejak 2023, mengungkap keramik Cina era Dinasti Tang, membuktikan hubungan perdagangan internasional. Pada Juni 2025, struktur candi era Mpu Sindok ditemukan di lereng Gunung Kawi, Malang.
Di Situs Srigading, Malang, wadah logam dari era Mataram Kuno ditemukan tiga tahun lalu. Arca peninggalan di Trenggalek (2022) dan situs hunian di Kropakan, Klaten (2023), termasuk tungku langka, menambah wawasan tentang kehidupan sehari-hari. Situs baru di Magelang juga ditemukan, dengan lumpang dan yoni yang mengindikasikan peribadatan kuno.
Penemuan-penemuan ini memperkaya pemahaman kita tentang kerajaan Mataram Kuno, menunjukkan bahwa peradaban ini tidak hanya megah tapi juga inovatif dalam berbagai bidang.
Kerajaan Mataram Kuno bukan sekadar masa lalu; ia adalah fondasi budaya Jawa modern. Dengan terusnya penelitian, kita semakin menghargai warisan ini sebagai bagian integral dari identitas bangsa.