Peradaban Lembah Sungai Indus: Sejarah, Kebudayaan, dan Keruntuhan

RediksiaMinggu, 7 Januari 2024 | 14:43 WIB
Peradaban Lembah Sungai Indus: Sejarah, Kebudayaan, dan Keruntuhan
Peradaban Lembah Sungai Indus: Sejarah, Kebudayaan, dan Keruntuhan

Diksia.com - Peradaban lembah sungai Indus adalah salah satu peradaban tertua di dunia yang berkembang di sekitar sungai Indus dan sungai Ghaggar-Hakra, yang saat ini masuk wilayah India barat dan Pakistan. Peradaban ini berkembang antara 2500-1800 SM, dengan pusatnya berada di kota Mohenjo-Daro dan Harappa. Peradaban ini juga dikenal sebagai peradaban Harappa, karena Harappa adalah situs pertama yang ditemukan oleh para arkeolog pada abad ke-19.

Peradaban lembah sungai Indus memiliki banyak prestasi di bidang arsitektur, teknologi, pertanian, perdagangan, seni, dan tulisan. Peradaban ini juga memiliki ciri khas yang membedakannya dari peradaban lain pada masa itu, seperti sistem kota yang teratur, sistem saluran air yang canggih, dan tidak adanya bangunan keagamaan atau monumen besar. Peradaban ini juga memiliki banyak misteri yang belum terpecahkan, seperti asal-usul, bahasa, agama, dan penyebab keruntuhannya.

Sejarah Peradaban Lembah Sungai Indus

Peradaban lembah sungai Indus merupakan bagian dari zaman perunggu, yang ditandai oleh penggunaan logam perunggu sebagai bahan utama untuk membuat alat-alat dan senjata. Peradaban ini muncul dari perkembangan budaya-budaya lokal yang ada di daerah lembah sungai Indus sejak 7000 SM. Budaya-budaya ini meliputi budaya Mehrgarh, budaya Amri, budaya Kot Diji, dan budaya Nal.

Peradaban lembah sungai Indus mencapai puncak kejayaannya antara 2600-1900 SM, yang disebut sebagai periode perkotaan atau periode Harappa. Pada periode ini, muncul kota-kota besar yang memiliki populasi hingga puluhan ribu orang, seperti Mohenjo-Daro, Harappa, Lothal, Kalibangan, Dholavira, dan Rakhigarhi. Kota-kota ini memiliki tata letak yang seragam, dengan jalan-jalan yang lurus dan saling berpotongan, bangunan-bangunan yang terbuat dari batu bata yang berukuran sama, dan sistem saluran air yang menghubungkan rumah-rumah, sumur-sumur, dan kolam-kolam. Kota-kota ini juga memiliki bangunan-bangunan publik, seperti gudang-gudang, pemandian umum, dan benteng-benteng.