Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit, Konflik Internal dan Tekanan Eksternal

RediksiaSelasa, 16 September 2025 | 06:22 WIB
Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit, Faktor Internal dan Eksternal yang Menentukan
Penyebab Runtuhnya Kerajaan Majapahit, Faktor Internal dan Eksternal yang Menentukan

Diksia.com - Kerajaan Majapahit, salah satu kemaharajaan terbesar di Nusantara, pernah mencapai puncak kejayaan pada abad ke-14 di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada. Berpusat di Jawa Timur, kerajaan ini menguasai wilayah luas, hampir mencakup seluruh Nusantara.

Namun, kejayaan itu sirna pada awal abad ke-16. Apa saja penyebab runtuhnya Kerajaan Majapahit yang membuat kerajaan besar ini akhirnya jatuh? Berikut ulasan lengkapnya untuk kamu.

Kematian Hayam Wuruk dan Gajah Mada: Awal Kemunduran

Kita tidak bisa membahas keruntuhan Majapahit tanpa menyebut dua tokoh kunci: Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Hayam Wuruk, raja besar yang memimpin pada masa keemasan, wafat pada tahun 1389.

Sementara itu, Gajah Mada, mahapatih legendaris yang menyatukan Nusantara melalui Sumpah Palapa, meninggal lebih awal pada 1364. Kehilangan kedua figur ini menjadi pukulan berat. Tanpa kepemimpinan kuat, kerajaan mulai kehilangan kendali atas wilayah-wilayah taklukannya.

Perang Paregreg: Konflik Internal yang Memecah Belah

Salah satu penyebab utama runtuhnya Kerajaan Majapahit adalah perang saudara yang dikenal sebagai Perang Paregreg (1404-1406). Konflik ini dipicu oleh perebutan takhta setelah kematian Hayam Wuruk.

Dua pihak berseteru: Wikramawardhana, menantu Hayam Wuruk, dan Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk dari selir. Perang ini tidak hanya memecah belah keluarga kerajaan, tetapi juga melemahkan ekonomi, politik, dan sosial Majapahit. Banyak sumber daya terkuras, dan persatuan kerajaan retak.

Tidak Adanya Penerus yang Kuat

Setelah Hayam Wuruk, Majapahit kesulitan menemukan pemimpin yang mampu mengelola wilayah kekuasaan yang sangat luas. Raja-raja berikutnya, seperti Wikramawardhana dan penerusnya, tidak memiliki karisma atau kemampuan sebanding.

Pergantian kepemimpinan yang sering terjadi akibat konflik internal juga menyebabkan ketidakstabilan. Tanpa sosok pemersatu, banyak wilayah bawahan mulai melepaskan diri dan mendirikan kerajaan otonom.

Kebangkitan Kesultanan Demak dan Pengaruh Islam

Munculnya Kesultanan Demak menjadi salah satu faktor eksternal yang mempercepat runtuhnya Kerajaan Majapahit. Didirikan oleh Raden Patah, yang konon merupakan keturunan Raja Brawijaya V, Demak menjadi pusat kekuatan Islam pertama di Jawa.

Pada 1518, pasukan Demak di bawah Pati Unus menyerang Majapahit. Serangan puncak terjadi pada 1527 di bawah kepemimpinan Sultan Trenggono, yang akhirnya mengakhiri kekuasaan Majapahit.

Pengaruh Islam yang menyebar melalui perdagangan, perkawinan, dan kesenian juga mengubah pola pikir masyarakat Jawa, melemahkan hegemoni Majapahit yang bercorak Hindu-Buddha.

Perkembangan Pusat Perdagangan Malaka

Kemunculan Malaka sebagai pusat perdagangan di Selat Malaka pada abad ke-15 turut menyumbang kemunduran Majapahit. Pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Jawa, yang sebelumnya berada di bawah kendali Majapahit, mulai beralih ke Malaka untuk perdagangan rempah-rempah.

Hal ini mengurangi pendapatan Majapahit dari sektor maritim, yang menjadi tulang punggung ekonominya. Malaka juga menarik pedagang dari Tiongkok, Persia, dan Tamil, yang turut menyebarkan pengaruh Islam.

Ekspansi Dinasti Ming dan Pengaruh Laksamana Cheng Ho

Ekspansi Dinasti Ming dari Tiongkok di bawah Laksamana Cheng Ho juga memengaruhi kemunduran Majapahit. Cheng Ho, seorang Muslim, membangun komunitas Tionghoa dan Arab di pelabuhan-pelabuhan seperti Semarang, Demak, dan Tuban.

Komunitas ini mempercepat proses Islamisasi di Jawa. Selain itu, pengaruh perdagangan Tiongkok mengalihkan jalur perdagangan dari Majapahit, melemahkan posisi kerajaan sebagai kekuatan maritim.

Lepasnya Wilayah Taklukan

Kelemahan internal Majapahit membuat banyak wilayah taklukan di luar Jawa, seperti di Sumatra dan Kalimantan, melepaskan diri. Negara-negara bawahan ini tidak lagi merasa terikat pada Majapahit yang semakin goyah.

Ketidakmampuan kerajaan untuk menjaga kekuatan militernya juga memperburuk situasi, karena pasukan Majapahit tidak lagi mampu mengendalikan wilayah-wilayah yang jauh.

Peninggalan dan Warisan Majapahit

Meski runtuh, Kerajaan Majapahit meninggalkan warisan budaya yang kaya. Kitab Negarakertagama dan Sutasoma, candi seperti Penataran dan Brahu, serta teknik pembuatan keris yang disempurnakan menjadi bukti kejayaan masa lalu.

Bahkan, semboyan nasional Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, berasal dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Warisan ini menunjukkan betapa besar pengaruh Majapahit dalam membentuk identitas budaya Nusantara.