Pajak Karbon di Indonesia: Apa, Mengapa, dan Bagaimana?

RediksiaKamis, 11 Januari 2024 | 14:12 WIB
Pajak Karbon di Indonesia: Apa, Mengapa, dan Bagaimana?
Pajak Karbon di Indonesia: Apa, Mengapa, dan Bagaimana?

Diksia.com - Pajak karbon adalah salah satu instrumen yang digunakan oleh banyak negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendorong penggunaan energi hijau. Pajak karbon dikenakan pada bahan bakar fosil atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) atau gas lain yang setara. Tujuan utama pajak karbon adalah untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Indonesia sebagai salah satu negara dengan emisi gas rumah kaca tertinggi di dunia, telah berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29% hingga 41% pada tahun 2030. Salah satu cara yang dipilih oleh pemerintah Indonesia untuk mencapai target tersebut adalah dengan menerapkan pajak karbon. Pajak karbon di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2021 tentang Tata Laksana Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC).

Apa itu Pajak Karbon?

Pajak karbon adalah pajak yang dikenakan pada setiap kilogram CO2 atau gas lain yang setara yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil atau aktivitas lain. Pajak karbon bertujuan untuk memberikan insentif bagi pelaku usaha dan masyarakat untuk beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan efisien, serta mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Pajak karbon juga dapat menjadi sumber pendapatan negara yang dapat digunakan untuk mendanai program-program yang berkaitan dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Mengapa Pajak Karbon Diperlukan?

Pajak karbon diperlukan untuk mengatasi masalah perubahan iklim yang semakin serius dan membahayakan kehidupan di bumi. Perubahan iklim disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, terutama CO2, yang menyerap panas matahari dan meningkatkan suhu permukaan bumi. Akibatnya, terjadi berbagai fenomena cuaca ekstrem, seperti banjir, kekeringan, badai, dan kenaikan permukaan air laut, yang berdampak negatif pada ekosistem, kesehatan, pertanian, dan ekonomi.

Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman hayati dan sumber daya alam yang melimpah, sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), emisi gas rumah kaca Indonesia pada tahun 2018 mencapai 1,8 miliar ton CO2e, yang sebagian besar berasal dari sektor penggunaan lahan, perubahan penggunaan lahan, dan kehutanan (LULUCF), sektor energi, dan sektor pertanian. Jika tidak ada upaya pengurangan emisi, diperkirakan emisi Indonesia akan meningkat menjadi 2,9 miliar ton CO2e pada tahun 2030.

Untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memenuhi komitmen internasional dalam kerangka UNFCCC dan Paris Agreement, Indonesia membutuhkan berbagai strategi dan kebijakan, termasuk pajak karbon. Pajak karbon diharapkan dapat mendorong transisi ke ekonomi hijau, yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga meningkatkan daya saing, inovasi, dan kesejahteraan masyarakat.

Bagaimana Pajak Karbon Diterapkan?

Pajak karbon di Indonesia diterapkan dengan menggunakan skema cap and tax, yaitu menetapkan batas maksimal emisi (cap) untuk setiap sektor atau subsektor, dan mengenakan pajak (tax) pada jumlah emisi yang melebihi batas tersebut. Skema ini berbeda dengan skema cap and trade, yang memungkinkan pelaku usaha untuk membeli atau menjual hak emisi (emission allowance) di pasar karbon.

Sektor yang menjadi sasaran pajak karbon di Indonesia adalah sektor ketenagalistrikan, industri, transportasi, dan bangunan. Sektor-sektor ini dipilih karena memiliki potensi pengurangan emisi yang besar dan kesiapan yang tinggi untuk menerapkan pajak karbon. Pajak karbon akan dikenakan pada tahap produksi atau konsumsi bahan bakar fosil atau aktivitas lain yang menghasilkan emisi. Pemungut pajak karbon adalah produsen atau importir bahan bakar fosil, atau pemilik atau pengelola fasilitas yang menghasilkan emisi.

Tarif pajak karbon di Indonesia ditetapkan minimal Rp 30 per kilogram CO2e, atau sekitar US$ 2,1 per ton CO2e. Tarif ini masih termasuk rendah dibandingkan dengan tarif pajak karbon di negara-negara lain, yang berkisar antara US$ 5 hingga US$ 140 per ton CO2e. Tarif pajak karbon di Indonesia dapat disesuaikan dengan perkembangan harga karbon di pasar internasional, tingkat inflasi, dan kondisi sosial ekonomi.

Cara perhitungan pajak karbon di Indonesia adalah dengan mengalikan tarif pajak karbon dengan jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan. Jumlah emisi dihitung berdasarkan faktor emisi baku (default emission factor) atau faktor emisi aktual (actual emission factor) yang disesuaikan dengan karakteristik bahan bakar atau aktivitas yang bersangkutan. Faktor emisi baku dan aktual ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Contoh perhitungan pajak karbon adalah sebagai berikut:

Sebuah pabrik tekstil memiliki cap emisi sebesar 100.000 ton CO2e per tahun. Pada tahun 2023, pabrik tersebut menghasilkan emisi sebesar 120.000 ton CO2e. Maka, pajak karbon yang harus dibayar oleh pabrik tersebut adalah:

Pajak karbon = tarif pajak karbon x (jumlah emisi – cap emisi)

Pajak karbon = Rp 30.000 x (120.000 – 100.000)

Pajak karbon = Rp 600.000.000

Kapan Pajak Karbon Mulai Berlaku?

Pajak karbon di Indonesia seharusnya mulai berlaku pada tahun 2022, sesuai dengan rencana awal pemerintah. Namun, karena adanya penundaan dalam penyusunan aturan turunan dan kesiapan pelaku usaha, penerapan pajak karbon ditunda hingga tahun 2025. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada tanggal 13 Oktober 2022.

Penundaan penerapan pajak karbon ini mendapat tanggapan beragam dari berbagai pihak. Sebagian menganggap penundaan ini sebagai kesempatan untuk mempersiapkan diri secara lebih matang, baik dari sisi regulasi, infrastruktur, maupun kapasitas. Sebagian lain mengkritik penundaan ini sebagai bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam menangani perubahan iklim dan mengejar target pengurangan emisi.

Meskipun demikian, pemerintah tetap berkomitmen untuk menerapkan pajak karbon sebagai salah satu instrumen untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pemerintah juga berencana untuk memberikan insentif dan fasilitas bagi pelaku usaha yang melakukan upaya pengurangan emisi, seperti pengembalian pajak, subsidi, atau kredit. Selain itu, pemerintah juga akan mengalokasikan sebagian dari penerimaan pajak karbon untuk mendukung program-program yang berkaitan dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Bagaimana Dampak Pajak Karbon?

Pajak karbon di Indonesia diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Berikut adalah beberapa dampak yang dapat diharapkan dari penerapan pajak karbon:

Dampak Lingkungan

Pajak karbon dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan membantu Indonesia mencapai target pengurangan emisi sebesar 29% hingga 41% pada tahun 2030. Pajak karbon juga dapat mendorong penggunaan energi terbarukan, seperti surya, angin, biomassa, dan hidro, yang lebih bersih dan berkelanjutan. Pajak karbon juga dapat meningkatkan kualitas udara, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat, terutama di kota-kota besar yang mengalami polusi udara yang tinggi.

Dampak Ekonomi

Pajak karbon dapat meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil, yang dapat menghemat devisa negara dan mengurangi risiko fluktuasi harga. Pajak karbon juga dapat menjadi sumber pendapatan negara yang dapat digunakan untuk mendanai program-program yang berkaitan dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, seperti pengembangan infrastruktur, penelitian dan pengembangan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Pajak karbon juga dapat meningkatkan daya saing, inovasi, dan lapangan kerja di sektor-sektor yang berorientasi pada ekonomi hijau, seperti industri manufaktur, konstruksi, transportasi, dan jasa.

Dampak Sosial

Pajak karbon dapat meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam upaya pengurangan emisi dan perlindungan lingkungan. Pajak karbon juga dapat memberikan insentif bagi masyarakat untuk mengubah perilaku konsumsi dan gaya hidup mereka menjadi lebih hemat energi dan ramah lingkungan, seperti menggunakan kendaraan umum, bersepeda, atau berjalan kaki, mengurangi penggunaan listrik, dan memilah sampah. Pajak karbon juga dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan manfaat dari program-program yang didanai oleh penerimaan pajak karbon, seperti subsidi energi terbarukan, bantuan sosial, atau pelatihan keterampilan.

Apa Tantangan dan Solusi Pajak Karbon?

Pajak karbon di Indonesia juga menghadapi beberapa tantangan dan hambatan, baik dari sisi teknis, politis, maupun sosial. Berikut adalah beberapa tantangan dan solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi tantangan tersebut:

Teknis

Salah satu tantangan teknis yang dihadapi oleh pajak karbon adalah menetapkan cap emisi yang tepat dan adil untuk setiap sektor atau subsektor, yang mempertimbangkan potensi, kesiapan, dan dampak dari penerapan pajak karbon. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan studi kelayakan, analisis dampak, dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat sipil, untuk menentukan cap emisi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing sektor atau subsektor.

Politis

Salah satu tantangan politis yang dihadapi oleh pajak karbon adalah mendapatkan dukungan dan kesepakatan dari berbagai pihak, terutama pelaku usaha, yang mungkin merasa dirugikan atau keberatan dengan penerapan pajak karbon. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan insentif dan fasilitas bagi pelaku usaha yang melakukan upaya pengurangan emisi, seperti pengembalian pajak, subsidi, atau kredit. Selain itu, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada pelaku usaha tentang manfaat dan peluang dari pajak karbon, serta memberikan bantuan teknis dan kapasitas untuk menerapkan pajak karbon.

Sosial

Salah satu tantangan sosial yang dihadapi oleh pajak karbon adalah mengubah perilaku dan gaya hidup masyarakat yang sudah terbiasa dengan penggunaan bahan bakar fosil dan energi yang murah dan mudah. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan informasi dan kesadaran kepada masyarakat tentang dampak dan bahaya dari perubahan iklim, serta manfaat dan cara-cara untuk mengurangi emisi dan menggunakan energi yang lebih bersih dan efisien. Selain itu, pemerintah juga harus memberikan insentif dan fasilitas bagi masyarakat yang mau dan mampu untuk beralih ke sumber energi terbarukan, seperti surya, angin, biomassa, dan hidro.

Kesimpulan

Pajak karbon di Indonesia adalah salah satu instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendorong penggunaan energi hijau. Pajak karbon diatur dalam UU HPP dan Perpres NEK dan NDC, dan diterapkan dengan menggunakan skema cap and tax. Pajak karbon ditetapkan minimal Rp 30 per kilogram CO2e, dan dikenakan pada sektor ketenagalistrikan, industri, transportasi, dan bangunan. Pajak karbon diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial, tetapi juga menghadapi beberapa tantangan dan hambatan, yang membutuhkan solusi yang komprehensif dan partisipatif.

Demikian artikel yang kami tulis tentang pajak karbon di Indonesia. Kami harap artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan menarik bagi kamu. Jika kamu memiliki pertanyaan, saran, atau kritik, silakan tulis di kolom komentar di bawah ini. Terima kasih telah membaca artikel ini. Sampai jumpa di artikel selanjutnya.