Pajak Karbon di Indonesia: Apa, Mengapa, dan Bagaimana?

RediksiaKamis, 11 Januari 2024 | 14:12 WIB
Pajak Karbon di Indonesia: Apa, Mengapa, dan Bagaimana?
Pajak Karbon di Indonesia: Apa, Mengapa, dan Bagaimana?

Untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memenuhi komitmen internasional dalam kerangka UNFCCC dan Paris Agreement, Indonesia membutuhkan berbagai strategi dan kebijakan, termasuk pajak karbon. Pajak karbon diharapkan dapat mendorong transisi ke ekonomi hijau, yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga meningkatkan daya saing, inovasi, dan kesejahteraan masyarakat.

Bagaimana Pajak Karbon Diterapkan?

Pajak karbon di Indonesia diterapkan dengan menggunakan skema cap and tax, yaitu menetapkan batas maksimal emisi (cap) untuk setiap sektor atau subsektor, dan mengenakan pajak (tax) pada jumlah emisi yang melebihi batas tersebut. Skema ini berbeda dengan skema cap and trade, yang memungkinkan pelaku usaha untuk membeli atau menjual hak emisi (emission allowance) di pasar karbon.

Sektor yang menjadi sasaran pajak karbon di Indonesia adalah sektor ketenagalistrikan, industri, transportasi, dan bangunan. Sektor-sektor ini dipilih karena memiliki potensi pengurangan emisi yang besar dan kesiapan yang tinggi untuk menerapkan pajak karbon. Pajak karbon akan dikenakan pada tahap produksi atau konsumsi bahan bakar fosil atau aktivitas lain yang menghasilkan emisi. Pemungut pajak karbon adalah produsen atau importir bahan bakar fosil, atau pemilik atau pengelola fasilitas yang menghasilkan emisi.

Tarif pajak karbon di Indonesia ditetapkan minimal Rp 30 per kilogram CO2e, atau sekitar US$ 2,1 per ton CO2e. Tarif ini masih termasuk rendah dibandingkan dengan tarif pajak karbon di negara-negara lain, yang berkisar antara US$ 5 hingga US$ 140 per ton CO2e. Tarif pajak karbon di Indonesia dapat disesuaikan dengan perkembangan harga karbon di pasar internasional, tingkat inflasi, dan kondisi sosial ekonomi.

Cara perhitungan pajak karbon di Indonesia adalah dengan mengalikan tarif pajak karbon dengan jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan. Jumlah emisi dihitung berdasarkan faktor emisi baku (default emission factor) atau faktor emisi aktual (actual emission factor) yang disesuaikan dengan karakteristik bahan bakar atau aktivitas yang bersangkutan. Faktor emisi baku dan aktual ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Contoh perhitungan pajak karbon adalah sebagai berikut: