Konsep Negara yang Digagas Spinoza, Hegel, dan Adam Muller disampaikan Soepomo dalam Sidang BPUPKI Pertama

RediksiaSabtu, 6 September 2025 | 09:46 WIB
Soepomo dan Konsep Negara Integralistik dalam Sidang BPUPKI Pertama
Soepomo dan Konsep Negara Integralistik dalam Sidang BPUPKI Pertama

Diksia.com - Pada sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang pertama, tepatnya pada 31 Mei 1945, konsep negara yang didasarkan pada gagasan Spinoza, Hegel, dan Adam Muller disampaikan oleh Soepomo.

Sidang yang berlangsung dari 29 Mei hingga 1 Juni 1945 ini menjadi momen penting dalam perumusan dasar negara Indonesia merdeka. Dalam pidatonya, Soepomo memperkenalkan teori negara integralistik yang menurutnya paling sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia.

Apa Itu Konsep Negara Integralistik?

Konsep negara integralistik yang diusulkan Soepomo menekankan persatuan antara negara dan rakyat sebagai satu kesatuan utuh. Berbeda dengan liberalisme yang berfokus pada individualisme atau Marxisme yang menonjolkan pertentangan kelas, teori integralistik mengedepankan harmoni dan kekeluargaan.

Menurut Soepomo, negara harus mengatasi kepentingan individu atau golongan tertentu demi menjamin kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Gagasan ini terinspirasi dari pemikiran tiga filsuf besar: Baruch Spinoza, Georg Wilhelm Friedrich Hegel, dan Adam Muller. Spinoza menekankan pentingnya persamaan hak dan kekuasaan rakyat dalam negara.

Hegel mempromosikan nasionalisme dan persatuan bangsa, sementara Muller menggarisbawahi nilai spiritual dan moral dalam kehidupan bernegara.

Soepomo mengadaptasi ide-ide ini untuk menciptakan visi negara yang selaras dengan budaya Indonesia, yang kental dengan semangat gotong royong dan musyawarah.

Sidang BPUPKI dan Peran Soepomo

Sidang BPUPKI pertama dihadiri oleh para tokoh nasional seperti Mohammad Yamin, Soekarno, dan Soepomo. Masing-masing tokoh mengemukakan pandangan mereka tentang dasar negara.

Mohammad Yamin, misalnya, mengusulkan lima asas yang kemudian menjadi cikal bakal Pancasila, sementara Soekarno memperkenalkan istilah Pancasila pada 1 Juni 1945. Namun, Soepomo menonjol dengan pendekatan filosofisnya yang berakar pada pemikiran Barat, namun disesuaikan dengan nilai-nilai lokal.

Dalam pidatonya, Soepomo menolak liberalisme karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai dengan karakter kolektif masyarakat Indonesia. Ia juga menolak Marxisme karena dianggap memicu konflik kelas, yang bertentangan dengan semangat persatuan.