Diksia.com - Sumpah Palapa diucapkan oleh Gajah Mada, seorang tokoh legendaris dalam sejarah Kerajaan Majapahit, yang menjadi simbol ambisi besar untuk menyatukan Nusantara. Sumpah ini bukan sekadar janji, tetapi cerminan visi politik dan tekad kuat untuk membawa kejayaan bagi kerajaan pada abad ke-14.
Dalam artikel ini, kita akan mengulas latar belakang, isi, serta dampak dari sumpah yang terkenal ini.
Latar Belakang Sumpah Palapa
Gajah Mada, yang diucapkan sumpahnya pada tahun 1336 M saat dilantik sebagai Patih Amangkubhumi Majapahit, adalah seorang panglima perang dan strategis ulung. Sebelum menjabat sebagai mahapatih, ia memimpin pasukan elite Bhayangkara dan berhasil memadamkan pemberontakan besar, seperti yang dilakukan Ra Kuti, yang memaksa raja mengungsi ke Badander.
Keberhasilan ini membuktikan kecakapan Gajah Mada, hingga akhirnya ia diangkat menjadi patih di Kahuripan, lalu menjadi Patih Amangkubhumi di bawah pemerintahan Ratu Tribuwana Tunggadewi.
Saat pelantikan sebagai Patih Amangkubhumi, Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa, sebuah ikrar yang mengejutkan banyak pembesar kerajaan. Sumpah ini dianggap terlalu ambisius, bahkan mustahil, karena melibatkan penaklukan berbagai wilayah di Nusantara yang saat itu belum dikuasai Majapahit.
Isi Sumpah Palapa
Sumpah Palapa diucapkan oleh Gajah Mada dalam bahasa Jawa Kuno, sebagaimana tercatat dalam Kitab Pararaton, sebuah naskah sejarah Jawa dari abad ke-15.
Isi sumpah ini berbunyi:
Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa.
Arti dari sumpah ini adalah:
Gajah Mada, sebagai Patih Amangkubhumi, tidak akan menikmati palapa (kenikmatan duniawi atau istirahat) sebelum berhasil menaklukkan Nusantara. Ia menyebutkan wilayah-wilayah seperti Gurun (Kerajaan Gurun di Lombok), Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik (Singapura).
Sumpah ini menegaskan bahwa Gajah Mada tidak akan beristirahat atau menikmati kesenangan sebelum seluruh wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan Majapahit.
Makna palapa sendiri masih diperdebatkan. Ada yang mengartikannya sebagai kenikmatan duniawi, sementara yang lain menyebutnya sebagai simbol puasa atau pantangan dari kesenangan hingga cita-cita tercapai. Apapun maknanya, sumpah ini menunjukkan komitmen Gajah Mada untuk menyatukan Nusantara di bawah satu kekuasaan.
Makna dan Dampak Sumpah Palapa
Sumpah Palapa diucapkan oleh Gajah Mada bukan hanya sebagai janji pribadi, tetapi juga sebagai visi politik untuk memperluas wilayah Majapahit. Pada masa itu, Nusantara terdiri dari berbagai kerajaan kecil yang sering berkonflik.
Dengan sumpah ini, Gajah Mada ingin menciptakan stabilitas politik, ekonomi, dan sosial melalui penyatuan wilayah. Sumpah ini menjadi pendorong utama ekspansi Majapahit, yang berhasil menaklukkan banyak wilayah, seperti Bali, Palembang, dan Tumasik.
Namun, perjalanan menuju penyatuan Nusantara tidak selalu mulus. Salah satu momen kelam adalah Tragedi Bubat pada 1357, ketika rombongan pengantin dari Kerajaan Sunda diserang oleh pasukan Majapahit.
Peristiwa ini menewaskan Raja Sunda dan putrinya, Dyah Pitaloka Citraresmi, dan dianggap sebagai kegagalan Gajah Mada dalam mewujudkan sumpahnya secara damai.
Meski begitu, penaklukan Sunda dan Dompo pada tahun yang sama dianggap sebagai tanda bahwa Gajah Mada akhirnya memenuhi Sumpah Palapa setelah 11 tahun menjabat sebagai patih.
Sumpah ini juga meninggalkan warisan budaya yang besar. Nama Palapa digunakan untuk satelit komunikasi Indonesia pertama yang diluncurkan pada 1976, melambangkan semangat penyatuan Nusantara melalui teknologi.
Selain itu, sumpah ini menginspirasi semangat persatuan, seperti yang terlihat dalam Sumpah Pemuda pada 1928.
Warisan Gajah Mada dan Sumpah Palapa
Sumpah Palapa diucapkan oleh Gajah Mada telah menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia. Sumpah ini tidak hanya mencerminkan ambisi seorang patih, tetapi juga visi besar untuk menyatukan keragaman Nusantara.
Di bawah kepemimpinan Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk, Majapahit mencapai puncak kejayaannya, menjadi salah satu kerajaan terbesar di Asia Tenggara.
Bagi kamu yang ingin memahami lebih dalam tentang sejarah Indonesia, Sumpah Palapa adalah pengingat akan pentingnya tekad dan visi dalam menghadapi tantangan. Gajah Mada, dengan keberanian dan strateginya, menunjukkan bahwa mimpi besar bisa tercapai dengan kerja keras dan pengabdian.
Hingga kini, semangat Sumpah Palapa tetap relevan sebagai simbol persatuan dan keberanian untuk mewujudkan cita-cita besar.