Diksia.com - Kerajaan Kediri, atau sering disebut sebagai Panjalu, adalah salah satu kerajaan Hindu-Buddha yang meninggalkan jejak mendalam dalam sejarah Jawa Timur. Berdiri pada abad ke-11 hingga awal abad ke-13, kerajaan ini dikenal karena kejayaannya di bidang seni, sastra, dan kemaritiman. Berlokasi di sekitar Sungai Brantas, Kerajaan Kediri memiliki ibu kota bernama Dahanapura, yang kini menjadi bagian dari Kota Kediri modern. Artikel ini akan mengajak kamu menyelami sejarah, kejayaan, hingga peninggalan Kerajaan Kediri yang masih relevan hingga kini.
Awal Mula Berdirinya Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri lahir dari pembagian wilayah Kerajaan Kahuripan oleh Raja Airlangga pada tahun 1042. Untuk mencegah konflik antara kedua putranya, Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua: Panjalu (Kediri) untuk Sri Samarawijaya dan Jenggala untuk Mapanji Garasakan. Pembagian ini dilakukan oleh seorang brahmana terkenal bernama Mpu Bharada, dengan Sungai Brantas dan Gunung Kawi sebagai batas pemisah. Nama Dahanapura, yang berarti kota api, sudah dikenal sebelum pembagian ini dan menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Kediri.
Pada awalnya, Jenggala sempat unggul dalam konflik saudara yang berlangsung selama kurang lebih 60 tahun. Namun, Kerajaan Kediri akhirnya berhasil menguasai Jenggala di bawah kepemimpinan Raja Jayabaya. Kemenangan ini diabadikan dalam semboyan Pangjalu Jayati, yang berarti Kediri Menang, sebagaimana tercatat dalam prasasti Ngantang.
Masa Kejayaan Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Raja Jayabaya (1135-1159). Wilayah kekuasaannya meluas dari Jawa Tengah hingga hampir seluruh Pulau Jawa, bahkan memiliki pengaruh hingga Bali. Jayabaya dikenal sebagai raja yang adil dan bijaksana, yang tidak hanya memperkuat kerajaan secara politik, tetapi juga memajukan seni dan sastra. Salah satu karya sastra terkenal dari masa ini adalah Kakawin Bharatayuddha, yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Karya ini menceritakan kemenangan Kediri atas Jenggala dan terinspirasi dari epik Mahabharata.
Selain itu, kerajaan ini juga mencatat kemajuan di bidang kemaritiman. Prasasti Jaring menyebutkan adanya jabatan Senapati Sarwwajala, yang disamakan dengan panglima angkatan laut. Ini menunjukkan bahwa Kerajaan Kediri memiliki angkatan laut yang kuat, yang mendukung aktivitas perdagangan dengan wilayah seperti Tiongkok dan India. Kronik Tiongkok dari tahun 1178 menyebut Kediri sebagai negeri yang kaya, menegaskan posisinya sebagai pusat perdagangan dan budaya.
Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Kerajaan Kediri memiliki corak agraris dan maritim. Banyak masyarakatnya yang bekerja sebagai petani, memanfaatkan kesuburan tanah di sekitar Sungai Brantas. Sementara itu, mereka yang tinggal di wilayah pesisir fokus pada perdagangan dan pelayaran. Kerajaan ini menjalin hubungan dagang dengan Tiongkok, yang menyebut Kediri sebagai Tsao-wa atau Chao-wa, serta memiliki hubungan budaya dengan India melalui karya sastra yang terinspirasi dari Mahabharata dan Ramayana.
Keagamaan di Kerajaan Kediri didominasi oleh agama Hindu, khususnya aliran Siwa. Hal ini terlihat dari peninggalan arkeologi seperti Candi Gurah dan Candi Tondowongso, yang memiliki arca-arca bercorak Siwa. Namun, unsur Buddha juga ditemukan, seperti arca Dhyanibuddha Amitabha di situs Adan-adan. Keragaman ini menunjukkan toleransi beragama yang cukup tinggi di masa itu.
Peninggalan Arkeologi dan Budaya
Peninggalan Kerajaan Kediri masih dapat kita jumpai hingga kini, terutama di wilayah Kota Kediri dan sekitarnya. Penemuan situs Tondowongso pada tahun 2007 menjadi salah satu bukti penting keberadaan kerajaan ini. Situs ini menyimpan patung Dewa Syiwa Catur Muka, sebuah arca langka dengan empat wajah yang menjadi penemuan pertama di Indonesia. Candi seperti Gurah, Tondowongso, dan Kepung Petirtaan juga memperlihatkan kehebatan arsitektur Hindu-Buddha pada masa itu.
Selain candi, karya sastra seperti Kakawin Gatotkacasraya dan Smaradhana juga menjadi warisan penting. Karya-karya ini menunjukkan tingginya perkembangan sastra klasik Jawa, yang dipengaruhi oleh mitologi Hindu. Prasasti-prasasti seperti Prasasti Ngantang, Hantang, dan Jaring juga memberikan gambaran tentang kehidupan politik dan sosial masyarakat Kediri.
Keruntuhan Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri runtuh pada tahun 1222 akibat konflik internal dan serangan dari luar. Pada masa pemerintahan Raja Kertajaya (1194-1222), terjadi perselisihan dengan kaum brahmana karena Kertajaya memaksa mereka menyembahnya layaknya dewa. Kaum brahmana yang menolak kemudian mencari perlindungan kepada Ken Arok, seorang akuwu dari Tumapel (sekitar Malang). Ken Arok, yang juga bercita-cita memerdekakan Tumapel, memimpin pemberontakan melawan Kertajaya.
Puncak konflik terjadi dalam Pertempuran Ganter, di mana pasukan Ken Arok berhasil mengalahkan pasukan Kediri. Kemenangan ini menandai berakhirnya Kerajaan Kediri dan berdirinya Kerajaan Singasari di bawah kepemimpinan Ken Arok. Meski demikian, nama Dahanapura tetap muncul dalam sejarah, seperti pada masa singkat kebangkitan Kediri di akhir era Majapahit pada tahun 1478, sebelum akhirnya ditaklukkan oleh Demak pada 1527.
Warisan Kerajaan Kediri di Masa Kini
Hingga kini, Kota Kediri tetap menjadi pusat budaya yang menyimpan jejak Kerajaan Kediri. Berbagai kegiatan budaya, seperti festival dan pembersihan situs bersejarah, masih diadakan untuk melestarikan warisan ini. Pemerintah Kota Kediri juga aktif mempromosikan sejarah lokal, seperti melalui perayaan hari jadi kota pada 27 Juli, yang merujuk pada sejarah panjangnya sebagai pusat kerajaan. Selain itu, industri modern seperti Gudang Garam, yang didirikan pada 1958, menunjukkan bagaimana Kediri tetap relevan sebagai pusat ekonomi.
Bagi kamu yang tertarik dengan sejarah, mengunjungi situs-situs arkeologi di Kediri bisa menjadi pengalaman yang memperkaya. Candi dan prasasti yang masih berdiri kokoh menjadi saksi bisu kejayaan masa lalu, sementara karya sastra seperti Kakawin Bharatayuddha terus dipelajari sebagai bagian dari warisan budaya Jawa.
Mengapa Kerajaan Kediri Masih Relevan?
Sejarah Kerajaan Kediri bukan hanya cerita masa lalu, tetapi juga cerminan bagaimana sebuah peradaban bisa mencapai kejayaan melalui harmoni antara politik, budaya, dan ekonomi. Keberhasilan Kerajaan Kediri dalam mengelola sumber daya agraris dan maritim, serta memajukan seni sastra, menjadi inspirasi bagi kita untuk menghargai warisan budaya. Dengan mempelajari sejarah ini, kita bisa memahami akar budaya Jawa yang masih hidup hingga kini, baik dalam tradisi, seni, maupun nilai-nilai toleransi.
Jadi, jika kamu ingin menjelajahi lebih dalam tentang Kerajaan Kediri, mulailah dengan membaca karya sastra klasik atau mengunjungi situs arkeologi di Jawa Timur. Sejarah ini bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang bagaimana kita bisa belajar dari kejayaan dan tantangan yang pernah dihadapi oleh leluhur kita.