Pendahuluan: Hayam Wuruk, Simbol Kejayaan Majapahit
Diksia.com - Hayam Wuruk merupakan salah satu figur paling ikonik dalam sejarah Indonesia, khususnya sebagai pemimpin Kerajaan Majapahit yang berhasil membawa kerajaan itu ke puncak kejayaannya. Sebagai raja keempat Majapahit, Hayam Wuruk memerintah dari tahun 1350 hingga 1389, periode yang sering disebut sebagai era emas Nusantara.
Di bawah kepemimpinannya, Majapahit tidak hanya menguasai wilayah luas, tetapi juga menjadi pusat perdagangan, budaya, dan politik yang berpengaruh di Asia Tenggara. Kisah Hayam Wuruk terus menjadi inspirasi hingga kini, dengan berbagai penelitian dan diskusi terkini yang mengungkap sisi baru dari kehidupannya.
Latar Belakang dan Masa Kecil Hayam Wuruk
Lahir pada tahun 1334 di wilayah Majapahit, Hayam Wuruk memiliki nama asli Dyah Hayam Wuruk, yang secara harfiah berarti ayam yang terpelajar. Nama ini mencerminkan harapan besar dari keluarganya agar ia tumbuh menjadi pemimpin bijaksana dan berpengetahuan luas. Hayam Wuruk adalah putra dari Tribhuwana Tunggadewi, penguasa ketiga Majapahit, dan Sri Kertawardhana, yang juga dikenal sebagai Cakradhara, penguasa Tumapel.
Kelahirannya disertai peristiwa alam yang dramatis, seperti gempa bumi dan letusan Gunung Kelud, yang dianggap sebagai pertanda kebesaran masa depannya. Tahun yang sama juga menjadi momen bersejarah ketika Mahapatih Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa, janji untuk menyatukan Nusantara di bawah Majapahit.
Sejak kecil, Hayam Wuruk dididik dengan ketat dalam berbagai ilmu, termasuk strategi militer, sastra, dan agama Hindu-Buddha yang dominan saat itu. Pendidikannya dipengaruhi oleh neneknya, Gayatri Rajapatni, yang memegang peran penting dalam pemerintahan awal Majapahit. Pada usia 16 tahun, Hayam Wuruk naik tahta menggantikan ibunya, Tribhuwana Tunggadewi, yang sebelumnya memerintah sebagai wali bagi neneknya.
Masa Pemerintahan: Era Keemasan Majapahit
Masa awal pemerintahan Hayam Wuruk sangat bergantung pada bantuan Gajah Mada, mahapatih legendaris yang menjadi tangan kanan utamanya. Bersama Gajah Mada, Hayam Wuruk berhasil mewujudkan visi ekspansi yang ambisius, memperluas pengaruh Majapahit hingga ke berbagai pulau di Nusantara.
Salah satu pencapaian terbesarnya adalah membangun armada perang yang kuat, dipimpin oleh Mpu Nala setelah kematian Gajah Mada pada 1364. Armada ini berbasis di berbagai lokasi strategis, seperti Tumasik yang kini dikenal sebagai Singapura, perairan Malaka, Tuban, Kalimantan, Laut Cina Selatan, dan Maluku.
Melalui kekuatan militer ini, Majapahit menaklukkan kerajaan-kerajaan seperti Pasai, Aru yang kemudian menjadi Kesultanan Deli, dan Suvarnabhumi atau Dharmasraya pada 1377. Konflik dengan penguasa yang bersekutu dengan Kekaisaran Mongol berhasil diatasi, memperkuat posisi Majapahit sebagai penguasa perdagangan laut di wilayah tersebut. Ekonomi kerajaan berkembang pesat berkat penguasaan rute perdagangan rempah-rempah, kain, dan barang mewah lainnya.
Warisan Budaya dan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika
Tidak hanya dalam bidang militer, Hayam Wuruk juga dikenal sebagai pelindung budaya dan seni. Masa pemerintahannya menyaksikan berkembangnya sastra Hindu, seperti adaptasi Ramayana dan Mahabharata melalui seni wayang kulit yang masih populer hingga sekarang. Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular, yang diciptakan pada masa itu, memperkenalkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu.
Prinsip ini menjadi dasar persatuan bangsa Indonesia modern. Selain itu, Nagarakretagama karya Mpu Prapanca pada 1365 didedikasikan khusus untuk menghormati Hayam Wuruk, menggambarkan secara detail kehidupan istana, wilayah kekuasaan, dan ritual kerajaan. Dokumen ini menjadi sumber utama bagi para sejarawan untuk memahami Majapahit.
Tragedi Perang Bubat dan Kisah Cinta Hayam Wuruk
Hayam Wuruk juga menghadapi berbagai tantangan selama masa pemerintahannya. Salah satu yang paling tragis adalah Perang Bubat pada 1357, konflik dengan Kerajaan Sunda yang berawal dari rencana pernikahan dengan Dyah Pitaloka Citraresmi, putri Prabu Maharaja Linggabuana dari Sunda.
Ada dua versi cerita mengenai peristiwa ini: satu menyatakan bahwa konflik dipicu oleh keberatan ayah Hayam Wuruk dan pembatalan pernikahan oleh Gajah Mada, sementara versi lain mengaitkannya dengan desakan Gajah Mada agar puteri Sunda diserahkan sebagai upeti.
Pertempuran berakhir dengan kematian rombongan Sunda, termasuk Dyah Pitaloka, yang bunuh diri. Kisah ini menjadi legenda tragis cinta Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka, bahkan hingga kini sering dikaitkan dengan mitos larangan pernikahan antara orang Jawa dan Sunda.
Keluarga dan Struktur Pemerintahan
Keluarga Hayam Wuruk memainkan peran penting dalam stabilitas kerajaan. Ia berasal dari Wangsa Rajasa, dinasti pendiri Majapahit. Ibunya, Tribhuwana Tunggadewi, meninggal pada 1372, yang menjadi pukulan berat baginya. Untuk menghormati ibunya, Hayam Wuruk mendirikan candi khusus.
Permaisuri utamanya adalah Sri Sudewi, juga dikenal sebagai Paduka Sori, putri Wijayarajasa penguasa Wengker, yang merupakan saudara sepupu dan anak tiri dari Rajadewi, adik ibunya. Dari pernikahan ini, lahir putri Kusumawardhani, yang kemudian menikah dengan Wikramawardhana, putra Dyah Nertaja, adik Hayam Wuruk.
Hayam Wuruk juga memiliki putra dari istri kedua, Bhre Wirabhumi, yang menjadi penguasa Wirabhumi dan menikah dengan Nagarawardhani. Adik-adiknya, seperti Dyah Nertaja yang memerintah Pajang dan Indudewi yang memerintah Lasem, turut mendukung pemerintahan.
Setelah kematian Gajah Mada, Hayam Wuruk mengambil alih peran mahapatih sementara dengan bantuan Mpu Nala, sebelum mengangkat Gajah Enggon sebagai pengganti. Pemerintahannya ditandai dengan sifat dermawan dan kemampuan menyampingkan ego pribadi demi kepentingan kerajaan.
Fakta Menarik tentang Hayam Wuruk
Hayam Wuruk dikenal sebagai raja yang bijaksana, yang lebih memilih diplomasi daripada perang jika memungkinkan. Fakta menarik tentangnya termasuk hobi uniknya sebagai raja muda, seperti menikmati seni dan musik, yang membuatnya dijuluki Sang Hyang Wekasing Sukha dalam Nagarakretagama.
Selain itu, Hayam Wuruk menjadi pemimpin saat usia sangat muda, namun berhasil memimpin dengan matang berkat bimbingan dari Tribhuwana Tunggadewi, tidak hanya sebagai raja tapi juga sebagai seniman.
Warisan dan Relevansi di Era Modern
Hingga tahun 2025, kisah Hayam Wuruk terus hidup dalam berbagai bentuk. Penelitian arkeologi terkini di situs Trowulan, bekas ibu kota Majapahit, mengungkap artefak baru yang terkait dengan masa pemerintahannya, seperti prasasti dan candi yang memperkaya pemahaman kita tentang kehidupan istana.
Berita terkini juga sering membahas intrik perebutan kekuasaan pasca Hayam Wuruk, seperti konflik antara Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi yang memicu Perang Paregreg. Selain itu, cerita cinta tragis Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka masih menjadi topik populer, dengan diskusi tentang asal-usul mitos larangan pernikahan Jawa-Sunda yang beredar luas di media sosial dan artikel berita.
Warisan Hayam Wuruk tidak terbatas pada sejarah saja. Prinsip Bhinneka Tunggal Ika yang lahir di masa pemerintahannya menjadi fondasi negara Indonesia modern, mengajarkan toleransi dan persatuan di tengah keberagaman.
Majapahit di bawah Hayam Wuruk juga menjadi contoh kerajaan maritim yang kuat, yang menginspirasi strategi ekonomi Indonesia saat ini, terutama dalam pengelolaan sumber daya laut. Fakta bahwa Hayam Wuruk berhasil menyatukan berbagai suku dan budaya di Nusantara menunjukkan visi kepemimpinannya yang visioner.
Penutup: Warisan Abadi Hayam Wuruk
Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389 di Trowulan, pada usia sekitar 55 tahun, dan dimakamkan di Candi Ngetos, Nganjuk, Jawa Timur. Penggantinya, Wikramawardhana, melanjutkan tahta, meski kerajaan mulai menghadapi kemunduran. Namun, legacy Hayam Wuruk tetap abadi sebagai simbol kebesaran Indonesia. Melalui kisahnya, kita belajar bahwa kepemimpinan yang bijaksana dapat membawa bangsa ke tingkat tertinggi.
Bagi kamu yang tertarik dengan sejarah, menjelajahi situs Majapahit atau membaca karya sastra kuno bisa menjadi cara untuk lebih dekat dengan era Hayam Wuruk. Kita semua bisa mengambil pelajaran dari perjalanan hidupnya, yang penuh dengan pencapaian dan tantangan.