Contoh Kritik Sastra Cerpen
Cerpen adalah karya sastra yang berbentuk prosa naratif yang pendek dan sederhana, yang mengisahkan satu peristiwa atau kejadian yang dialami oleh satu atau beberapa tokoh dalam waktu dan tempat yang terbatas. Cerpen biasanya memiliki tema yang spesifik dan fokus, serta menggunakan teknik-teknik sastra seperti simbol, metafora, ironi, dan sebagainya.
Berikut adalah contoh kritik sastra cerpen yang ditulis dengan menggunakan pendekatan strukturalisme:
Kritik Sastra Cerpen Lelaki dan Mesiu karya Pramoedya Ananta Toer
Cerpen Lelaki dan Mesiu karya Pramoedya Ananta Toer adalah sebuah cerpen yang mengisahkan tentang seorang lelaki tua yang hidup sebatang kara di sebuah desa yang terpencil. Lelaki tua itu memiliki satu-satunya harta berupa senapan lantak yang sudah usang dan tidak berfungsi. Lelaki tua itu selalu bermimpi untuk membeli mesiu agar bisa menembakkan senapannya sekali saja sebelum mati. Suatu hari, lelaki tua itu mendapat kesempatan untuk membeli mesiu dari seorang pedagang keliling yang kebetulan lewat di desanya. Namun, ketika lelaki tua itu hendak menembakkan senapannya, ia malah ditembak mati oleh seorang tentara yang mengira ia adalah pemberontak.
Cerpen ini merupakan sebuah cerpen yang memiliki struktur yang rapi dan padat, yang terdiri dari unsur-unsur intrinsik, yaitu tema, alur, tokoh, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa. Tema cerpen ini adalah ketidakadilan dan ketidakberdayaan yang dialami oleh rakyat jelata di bawah rezim kolonial. Alur cerpen ini adalah alur maju, yang mengikuti urutan kronologis peristiwa dari awal sampai akhir. Tokoh utama cerpen ini adalah lelaki tua, yang digambarkan sebagai sosok yang miskin, kesepian, dan berkeinginan sederhana.
Latar cerpen ini adalah sebuah desa yang terpencil dan menderita, yang menjadi simbol dari kondisi Indonesia pada masa penjajahan. Sudut pandang cerpen ini adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu, yang menceritakan kisah lelaki tua dari sudut pandang pengarang. Gaya bahasa cerpen ini adalah gaya bahasa yang lugas, sederhana, dan mengandung ironi, yang menunjukkan keprihatinan dan kritik pengarang terhadap realitas sosial yang ada.
Contoh Kritik Sastra Puisi
Puisi adalah karya sastra yang berbentuk bahasa yang indah dan bermakna, yang disusun dengan menggunakan irama, rima, dan penyusunan baris tertentu. Puisi biasanya mengungkapkan perasaan, pikiran, atau pengalaman pengarang secara implisit dan simbolis.
Berikut adalah contoh kritik sastra puisi yang ditulis dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis:
Kritik Sastra Puisi Aku karya Chairil Anwar
Puisi Aku karya Chairil Anwar adalah sebuah puisi yang mengungkapkan sikap dan pandangan hidup pengarang yang pemberontak, individualis, dan eksistensialis. Puisi ini menunjukkan bahwa pengarang tidak mau tunduk pada aturan-aturan dan norma-norma yang ada di masyarakat, melainkan ingin hidup sesuai dengan kehendak dan cita-citanya sendiri. Puisi ini juga menunjukkan bahwa pengarang menyadari bahwa hidup adalah penuh dengan penderitaan, kesulitan, dan kematian, tetapi ia tetap berani menghadapi dan menantangnya.
Puisi ini merupakan sebuah puisi yang memiliki unsur-unsur intrinsik, yaitu tema, rima, irama, majas, dan makna. Tema puisi ini adalah pemberontakan dan eksistensi diri. Rima puisi ini adalah rima bebas, yang tidak terikat oleh pola bunyi yang tetap. Irama puisi ini adalah irama dinamis, yang berubah-ubah sesuai dengan emosi dan intensitas pengarang. Majas puisi ini adalah majas perbandingan, metafora, personifikasi, hiperbola, dan repetisi, yang digunakan untuk memperkuat ekspresi dan impresi pengarang. Makna puisi ini adalah makna denotatif dan konotatif, yang mengandung arti harfiah dan kiasan, serta nilai-nilai filosofis dan psikologis.
Puisi ini bisa dikritik dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis, yaitu teori yang mengkaji kepribadian dan perilaku manusia berdasarkan alam bawah sadar, dorongan naluri, dan konflik psikis. Puisi ini bisa dianggap sebagai cerminan dari kepribadian dan perilaku pengarang, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti id, ego, superego, kompleks Oedipus, dan trauma masa kecil. Puisi ini bisa ditafsirkan sebagai ungkapan dari id pengarang, yaitu bagian dari alam bawah sadar yang berisi dorongan-dorongan naluri yang primitif, seperti seks, kekerasan, dan kesenangan.
Puisi ini menunjukkan bahwa pengarang memiliki id yang kuat dan dominan, yang membuatnya tidak peduli dengan moral, hukum, atau agama, melainkan hanya mengikuti hasrat dan keinginan dirinya sendiri. Puisi ini juga bisa ditafsirkan sebagai ungkapan dari ego pengarang, yaitu bagian dari alam sadar yang berfungsi sebagai pengendali dan penengah antara id dan superego. Puisi ini menunjukkan bahwa pengarang memiliki ego yang realistis dan adaptif, yang membuatnya mampu menyesuaikan diri dengan kenyataan dan situasi yang ada, serta mencari cara untuk memenuhi id tanpa melanggar superego.
Puisi ini juga bisa ditafsirkan sebagai ungkapan dari superego pengarang, yaitu bagian dari alam bawah sadar yang berisi nilai-nilai dan norma-norma yang diterima dari masyarakat dan orang tua. Puisi ini menunjukkan bahwa pengarang memiliki superego yang lemah dan bermasalah, yang membuatnya sering bertentangan dengan masyarakat dan orang tua, serta merasa bersalah dan tidak bahagia.
Puisi ini juga bisa dikaitkan dengan kompleks Oedipus pengarang, yaitu kondisi psikologis yang ditandai dengan adanya perasaan cinta dan benci yang berlebihan terhadap orang tua lawan jenis dan saingan jenis. Puisi ini menunjukkan bahwa pengarang memiliki kompleks Oedipus yang tidak terselesaikan, yang membuatnya memiliki perasaan cinta dan benci yang berlebihan terhadap ibunya dan ayahnya.
Puisi ini menunjukkan bahwa pengarang mencintai ibunya, yang digambarkan sebagai sosok yang lembut, hangat, dan penyayang, tetapi juga membencinya, karena ia merasa dibatasi dan didikte olehnya. Puisi ini juga menunjukkan bahwa pengarang membenci ayahnya, yang digambarkan sebagai sosok yang keras, dingin, dan otoriter, tetapi juga mencintainya, karena ia merasa kagum dan ingin menyamainya.
Puisi ini juga bisa dikaitkan dengan trauma masa kecil pengarang, yaitu pengalaman-pengalaman yang menyakitkan dan menakutkan yang dialami oleh pengarang ketika ia masih anak-anak, yang mempengaruhi kepribadian dan perilakunya di masa dewasa. Puisi ini menunjukkan bahwa pengarang memiliki trauma masa kecil yang berdampak pada sikap dan pandangan hidupnya yang pemberontak, individualis, dan eksistensialis.
Puisi ini menunjukkan bahwa pengarang pernah mengalami kehilangan, kesepian, kekerasan, dan ketidakadilan, yang membuatnya tidak percaya pada orang lain, tidak mau bergantung pada orang lain, dan tidak mau menyerah pada nasib.