Diksia.com - Sukoharjo, Pasar kripto Indonesia menyambut baik peluncuran bursa kripto Indonesia setelah Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) resmi menetapkan keberadaan bursa kripto melalui Keputusan Kepala Bappebti No. 01/BAPPEBTI/SP-BBAK/07/2023 Senin (17/7) lalu.
Bappebti juga telah resmi menunjuk PT Bursa Komoditi Nusantara sebagai pengelola bursa berjangka komoditas kripto. CEO Triv, Gabriel Rey, platform perdagangan resmi untuk aset kripto dan saham AS yang terdaftar di Bappebti, juga menyambut baik kabar tersebut.
“Implikasinya, crypto diakui secara resmi di Indonesia dan legal. Sehingga pasar dengan senang hati menyambut peresmian bursa kripto Indonesia,” ujar Gabriel Rey dalam keterangannya kepada media hari ini (26/7/2023).
Namun, ia mengingatkan, peresmian ini harus mampu mempertahankan aspek daya saing yang kuat dengan bursa kripto asing. “Salah satu cara agar biaya transaksi tetap kompetitif,” ujar Rey.
Dia menyarankan agar biaya transaksi melalui bursa kripto Indonesia harus sebesar 0,01 persen atau 10% dari biaya transaksi yang dibebankan oleh pengelola bursa kripto Indonesia kepada pelanggan mereka saat ini yang sebesar 0,1%.
“Hal ini agar iklim persaingan serta perkembangan industri kripto dalam negeri di Indonesia terus tumbuh positif,” ujar Rey.
Apalagi mengingat pajak transaksi kripto di Indonesia sendiri cukup tinggi dibandingkan negara tetangga.
“Pajak resmi transaksi kripto di Indonesia sendiri cukup tinggi, 0,21% dari setiap transaksi kripto, atau 300% lebih tinggi dari negara tetangga. Malaysia sendiri hanya menetapkan pajak final kripto sebesar 0,01%, sehingga jauh lebih murah,” ujarnya.
Apalagi jika nantinya clearing house dan kustodian kripto yang akan hadir juga memungut biaya.
Dikhawatirkan akan kontraproduktif dengan perkembangan industri kripto di Indonesia karena total biaya transaksi kripto di dalam negeri melonjak.
“Dengan adanya potensi biaya ini muncul, maka akan membuat biaya kurs lokal lebih mahal dari kurs valuta asing. Belum lagi biaya kepatuhan seperti audit, asuransi, dan sebagainya.
Rey khawatir jika hal ini terjadi akan terjadi capital flight, dimana dana investasi kripto yang ada di Indonesia akan pergi ke luar negeri.
“Jika pada akhirnya over all cost transaksi kripto di bursa Indonesia lebih tinggi dibandingkan valuta asing akibat pemberlakuan berbagai pajak dan biaya tersebut, maka otomatis nasabah akan bertransaksi di luar, sehingga dikhawatirkan terjadi pelarian modal. Efek selanjutnya adalah penurunan investasi secara keseluruhan di industri kripto Indonesia,” jelasnya.
Padahal selama ini dampak industri kripto memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia.
Antara lain dengan meningkatkan daya beli buah dari keuntungan nasabah Indonesia di industri kripto kemudian dibelanjakan di dalam negeri.
“Jika terjadi pelarian modal, dikhawatirkan efek peningkatan ekonomi dari sektor kripto tidak akan hadir di Indonesia. Belum lagi ketertinggalan Indonesia di industri kripto karena iklim investasi yang tidak menarik di sektor kripto akibat kenaikan pajak dan biaya transaksi,” ujar Rey. .
Untuk itu, Rey menyarankan para pemangku kepentingan industri kripto, baik regulator maupun pelaku bisnis, untuk bersama-sama menjaga iklim persaingan di industri kripto dalam negeri.
“Salah satunya dengan mempertahankan berbagai biaya pajak dan transaksi kripto di Indonesia agar tetap kompetitif dibandingkan di luar negeri,” pungkas Rey.
Sumber: Tribunnews, Choirul Arifin