Diksia.com - Menteng. Mendengar namanya saja, pikiran kita langsung tertuju pada deretan rumah mewah, jalanan rindang, dan status kawasan elite di jantung Ibu Kota.
Namun, tahukah kamu bahwa jauh sebelum menjadi tempat tinggal para pejabat dan memiliki harga properti yang fantastis, wilayah ini dulunya adalah hutan belantara yang dipenuhi pohon buah?
Mari kita telusuri kembali sejarah panjang Menteng, dari hutan buah-buahan hingga menjelma menjadi kawasan properti paling prestisius di Jakarta.
Menteng Masa Lampau: Hutan Buah dan Satwa Liar
Asal-usul nama Menteng konon diambil dari nama pohon buah lokal, yakni pohon Menteng (Baccaurea racemosa), yang tumbuh subur di wilayah ini. Di masa lalu, kawasan yang berada di selatan Kota Batavia ini merupakan hutan lebat yang kurang dikenal dan bahkan menjadi sarang satwa liar.
Perubahan signifikan mulai terjadi ketika Pemerintah Kolonial Belanda memutuskan untuk mengembangkan wilayah ini sebagai jawaban atas ledakan populasi dan kebutuhan hunian baru bagi kalangan atas.
Pembangunan kawasan utara Batavia (seperti Weltevreden) yang sudah padat membuat Menteng dilirik sebagai lokasi pengembangan Kota Taman modern pertama di Indonesia.
Lahirnya Kota Taman: Konsep Elite Sejak Awal
Pembangunan Menteng dimulai sekitar tahun 1910 dan dirancang sebagai kawasan eksklusif. Tim arsitek Belanda yang dipimpin oleh P.A.J. Mooijen menjadi sosok di balik perencanaan kota terencana ini.
Mengadopsi konsep Garden City dari Ebenezer Howard, Menteng dirancang dengan tata ruang yang terstruktur, memiliki jalan-jalan melengkung, taman-taman luas seperti Taman Suropati, serta perumahan berpekarangan asri.
Arsitektur bangunannya didominasi gaya tropis kolonial dengan ciri khas langit-langit tinggi, jendela besar, dan material yang menyesuaikan iklim tropis. Desain ini bertujuan memberikan kenyamanan dan meningkatkan kualitas hidup penghuni.
Kawasan yang kala itu disebut Nieuw Gondangdia memang sengaja diperuntukkan bagi pegawai tinggi pemerintah kolonial dan masyarakat pribumi kelas menengah ke atas.
Dari Kolonial ke Republik: Rumah Para Tokoh Penting
Setelah kemerdekaan, Menteng tetap mempertahankan statusnya sebagai kawasan elite. Banyak tokoh penting, pahlawan kemerdekaan, dan pejabat tinggi Republik Indonesia yang kemudian memilih tinggal di sana.
Beberapa bangunan bersejarah, seperti Museum Perumusan Naskah Proklamasi dan Gedung Joang 45, menjadi saksi bisu perjuangan bangsa yang berlokasi di sekitar wilayah ini.
Bahkan, salah satu penghuni Menteng yang paling terkenal adalah Barack Obama, mantan Presiden Amerika Serikat ke-44, yang pernah menghabiskan masa kecilnya dan bersekolah di sana.
Jejak sejarah ini semakin mengukuhkan posisi Menteng sebagai kawasan yang bukan hanya mewah, tetapi juga memiliki nilai historis yang tinggi.
Menteng Terkini: Properti Termahal dan Status Cagar Budaya
Saat ini, Menteng berada di puncak daftar kawasan properti termahal di Jakarta, bahkan di Indonesia. Harga tanah di lokasi premium bisa menembus puluhan hingga ratusan juta rupiah per meter persegi.
Rumah-rumah di Menteng, terutama yang berada di jalan-jalan protokol seperti Teuku Umar atau Diponegoro, seringkali dijual dengan harga puluhan, bahkan ratusan miliar Rupiah. Angka fantastis ini tidak hanya didorong oleh lokasi yang strategis di pusat kota, tetapi juga oleh prestise sejarah dan lingkungan yang asri.
Meskipun demikian, kita perlu tahu bahwa kawasan ini juga berhadapan dengan tantangan. Sebagian besar wilayah Menteng ditetapkan sebagai cagar budaya, yang berarti ada aturan ketat terkait pembangunan dan renovasi untuk menjaga warisan arsitektur kolonialnya.
Namun, tingginya harga pajak dan biaya perawatan membuat sebagian pemilik rumah akhirnya menjual propertinya, bahkan ada bangunan yang terancam beralih fungsi.
Menteng, dengan segala kemewahan dan sejarahnya, adalah permukiman yang unik. Kisah transformasinya dari hutan buah menjadi properti termahal di Indonesia menunjukkan dinamika Ibu Kota yang tak pernah berhenti.
Kawasan ini bukan hanya sekadar deretan rumah elite, tetapi juga museum terbuka yang menyimpan memori sejarah dan arsitektur kita.





