Skandal Kuota Haji: Ustaz Khalid Basalamah Kembalikan Dana Misterius ke KPK

Muhamad Adin ArifinRabu, 17 September 2025 | 19:35 WIB
Skandal Kuota Haji Ustaz Khalid Basalamah Kembalikan Dana Misterius ke KPK
Ustaz Khalid Basalamah diperiksa sebagai saksi oleh KPK sekitar 7,5 jam terkait kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024. (Adrial/detikcom)

Diksia.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi penerimaan pengembalian dana dari Ustaz Khalid Basalamah, sebuah tindakan yang mencuat di tengah pusaran dugaan korupsi kuota haji 2024. Khalid Basalamah, yang dikenal karena afiliasinya dengan entitas perjalanan haji, PT Muhibbah, terjerat dalam dugaan penjualan kuota haji tambahan.

“Benar, ada pengembalian uang. Namun, untuk jumlah pastinya akan kami informasikan lebih lanjut,” ujar juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media di markas KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/9/2025). Budi menegaskan bahwa dana tersebut bersumber dari transaksi penjualan kuota ibadah haji yang dilaksanakan melalui biro perjalanan milik Khalid.

Kronologi Transaksi Tak Biasa

Polemik ini bermula dari pengakuan Khalid Basalamah dalam sebuah wawancara podcast, di mana ia secara gamblang menceritakan proses pengembalian uang kepada aparat penegak hukum.

“Saya sudah sampaikan semuanya kepada teman-teman KPK. Mereka meminta, ‘Ustaz, yang ini 4.500 kali sekian jemaah kembalikan ke negara.’ Demikian pula yang 37 ribu, juga diminta untuk dikembalikan,” ungkapnya dalam tayangan di kanal YouTube Kasisolusi, Senin (15/9).

Khalid merinci total dana yang dipungut dari jemaah mencapai USD 4.500 per individu untuk 118 jemaah, ditambah USD 37.000. Seluruh akumulasi dana tersebut, pada akhirnya, ia serahkan kepada KPK sebagai bagian dari investigasi.

Awalnya, rombongan jemaahnya dijadwalkan berangkat melalui jalur Furoda, sebuah skema perjalanan haji yang sudah dibiayai penuh, mencakup visa, akomodasi, dan transportasi. Namun, sebuah tawaran menggiurkan dari PT Muhibbah di Pekanbaru mengubah segalanya.

Melalui perwakilannya, Ibnu Masud, perusahaan tersebut mengklaim memiliki akses ke 2.000 kuota tambahan dengan janji maktab eksklusif yang strategis, dekat dengan Jamarat. Syaratnya? Pembayaran tambahan USD 4.500 atau sekitar Rp 73,8 juta per visa.

“Kami tanyakan, ‘Apakah ini resmi?’ Mereka bilang resmi,” kenang Khalid. Penawaran ini menjadi sangat atraktif berkat iming-iming maktab VIP yang dikenal di sana sebagai ‘zona biru’.

“Maktab ini memang yang paling menarik bagi kami karena maktab Furoda itu jauh. Selama visa ini resmi, tidak melanggar aturan, kami pikir ini legal,” tuturnya.

Namun, realitas di lapangan jauh dari janji manis. Maktab yang dijanjikan, nomor 111, mendadak dipindahkan ke maktab 115. Lebih parahnya, tenda yang seharusnya mereka tempati ternyata telah ditempati pihak lain, memaksa rombongan berpindah lagi.

Belakangan terungkap, visa kuota tambahan tersebut seharusnya tidak dipungut biaya, namun jemaah tetap dikenakan tarif mahal. Bahkan, 37 jemaah diwajibkan membayar tambahan USD 1.000 agar visa mereka diproses.

Pendalaman Peran dan Jaringan

Penyidik KPK kini mendalami bagaimana Khalid dan para jemaahnya dapat diberangkatkan melalui kuota haji tambahan tersebut. Budi Prasetyo mengonfirmasi bahwa Khalid mengakui adanya pergeseran dari skema Furoda ke haji khusus.

“Penyidik mendalami bagaimana mekanisme perolehan kuota keberangkatan haji tersebut di lapangan,” jelas Budi di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (11/9).

Khalid Basalamah, yang diperiksa selama 7,5 jam pada Selasa (9/9), bertindak sebagai pemilik biro perjalanan haji yang memberangkatkan jemaahnya pada tahun yang sama. Investigasi tidak hanya menyasar Khalid, melainkan juga biro-biro perjalanan lain dan asosiasi terkait, mengingat kompleksitas penyelenggaraan ibadah haji.

Kasus ini, yang telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, belum menetapkan tersangka. Sejumlah nama telah diperiksa, termasuk mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Kasus ini bermula ketika Indonesia menerima tambahan kuota haji 20.000, yang dibagi 50:50 untuk haji reguler dan haji khusus.

Padahal, sesuai regulasi, jatah haji khusus hanya 8% dari total kuota nasional. KPK menduga kuat adanya lobi dari asosiasi travel haji kepada Kementerian Agama terkait alokasi kuota ini.

Berdasarkan penghitungan sementara, kerugian negara ditaksir melebihi Rp 1 triliun, akibat konversi kuota haji reguler menjadi haji khusus yang sarat kepentingan.

Sumber: detikcom