Namun, sekretaris negara dan para menteri menolak usulan tersebut karena alat-alat tersebut tercatat sebagai inventaris sekutu. Meskipun demikian, para delegasi tetap melanjutkan rencana mereka, mengantisipasi risiko yang mungkin timbul dari peperangan.
Di akhir pertemuan, Abdulrahman Saleh menyimpulkan beberapa poin penting: pembentukan Persatuan Radio Republik Indonesia, penyiaran dari delapan stasiun di Jawa, penyerahan RRI kepada Presiden dan Pemerintah RI sebagai alat komunikasi, serta penunjukan Abdulrahman Saleh sebagai penghubung utama antara pemerintah dan RRI.
Pemerintah menerima simpulan tersebut dan siap memberikan dukungan, meski terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa hal.
Pada tengah malam, delegasi dari delapan stasiun radio di Jawa mengadakan rapat di rumah Adang Kadarusman. Para delegasi yang hadir termasuk:
- Soetaryo dari Purwokerto,
- Soemarmad dan Soedomomarto dari Yogyakarta,
- Soehardi dan Harto dari Semarang,
- Maladi dan Soetardi Hardjolukito dari Surakarta,
- Darya, Sakti Alamsyah, dan Agus Marahsutan dari Bandung.
Surabaya dan Malang tidak terlibat dalam rapat tersebut karena tidak adanya perwakilan dari daerah tersebut.
Hasil akhir dari pertemuan itu adalah pendirian RRI dengan Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin. Sejak saat itu, tanggal 11 September diperingati sebagai Hari Radio Nasional atau Hari RRI.
Peringatan HUT ke-79 RRI
Pada tahun 2024, Radio Republik Indonesia (RRI) merayakan ulang tahun ke-79. Perayaan ini menjadi kesempatan bagi seluruh anggota RRI untuk menggemakan Tri Prasetya, yang berisi:
- Komitmen untuk melindungi alat siaran radio dari penyalahgunaan yang dapat merusak negara, dan berjuang dengan sepenuh hati dalam segala situasi.
- Menjaga radio sebagai alat perjuangan dan revolusi bangsa, dengan jiwa kebangsaan yang murni dan kesetiaan pada tanah air.
- Mengutamakan persatuan bangsa dan keselamatan negara di atas segala kepentingan politik atau golongan, serta tetap berpegang pada jiwa Proklamasi 17 Agustus 1945.