Diksia.com - Defisit pasokan bahan bakar minyak (BBM) terus menghantui stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) milik entitas swasta, termasuk BP, Shell, serta VIVO. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendesak badan usaha non-negara yang mengalami krisis stok untuk menjalin aliansi strategis dengan PT Pertamina (Persero).
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menekankan alokasi impor yang telah ditingkatkan hingga 110% ketimbang tahun 2024. Misalnya, bila suatu korporasi memperoleh jatah 1 juta kiloliter pada periode sebelumnya, maka tahun ini kuota tersebut melonjak menjadi 1,1 juta kiloliter.
“Kuota tersebut mencapai 110% dari tahun lalu. Saya ulangi, semisal perusahaan A mendapat 1 juta kiloliter di 2024, maka di 2025 ia berhak atas 1 juta ditambah 10%, yakni tambahan 100 ribu kiloliter. Artinya, semua pihak mendapat porsi,” ungkap Bahlil di markas Kementerian ESDM, Rabu (17/9/2025).
Dengan demikian, apabila cadangan BBM swasta menipis dan memerlukan suplai ekstra, opsi kolaborasi dengan Pertamina terbuka lebar. Alasan utamanya: Pertamina mewakili kepentingan negara dalam sektor vital ini.
“Bila menginginkan tambahan, ini menyangkut urusan krusial bagi masyarakat luas, termasuk rantai industri. Silakan bersekutu dengan Pertamina. Mengapa Pertamina? Ia adalah perwujudan negara,” tegasnya.
“Kita tak ingin segala aspek produksi yang mengendalikan kebutuhan esensial rakyat diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar bebas. Bagaimana jika muncul anomali?” tambah Bahlil.
Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Laode Sulaeman menyatakan, belum ada pengajuan formal dari SPBU swasta untuk mengakuisisi BBM dari Pertamina. Mereka masih sibuk dengan evaluasi internal.
“Belum ada, lantaran di internal SPBU swasta sedang berlangsung analisis mendalam. Dalam pertemuan kemarin, mereka belum siap melanjutkan. Masih fokus pada penilaian masing-masing,” jelasnya.
Laode menjamin tak ada eskalasi tarif terkait transaksi tersebut. Hal ini telah disepakati dalam rapat bersama Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
“Tidak ada, itu sudah dibahas dengan Menteri, dilarang ada penambahan ongkos beraneka ragam,” tambah Laode.
“Aspeknya murni bisnis antar-entitas, nanti SPBU swasta dan Pertamina yang merundingkannya. Bagi kami, yang penting kebijakan ini terealisasi,” lanjutnya.
Pada kesempatan sama, Laode menyangkal isu bahwa pemerintah melakukan dominasi pasar. Bukti nyata: peningkatan kuota impor bagi SPBU swasta tahun ini hingga 110% dari tahun 2024.